Page 83 - BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS XII - FARRAH, RAHMAH, RYANA
P. 83
diselenggarakan Maarif Institute di Jakarta, Rabu (18/8). Dengan narasumber Wakil
Mendiknas Fasli Jalal, Ratna Megawangi, dan Yayah Khisbiyah, diskusi sore itu
belum menukik ke jabaran kondisi rusaknya masyarakat.
Diferensiasi dan Personalisasi
Kondisi masyarakat diputus langsung sebagai akibat tidak adanya kurikulum
pendidikan karakter. Menurut Fasli Jalal, setiap mata pelajaran sudah memuat bahan
tentang pendidikan karakter, apalagi untuk jenis-jenis mata pelajaran seperti agama
dan kewarganegaraan. Namun, karena faktor ketidaksiapan guru, baik karena jumlah
maupun kualifikasi yang dipersyaratkan, muatan itu kurang disampaikan kepada
murid. Murid hanya diharapkan menguasai materi dengan keberhasilan yang diukur
dari kemampuan menjawab soal, itu pun hanya dengan soal pilihan berganda.
Jika pedagogik tidak diakselerasi, maka teknologi apapun yang digunakan
akan selalu tidak efektif karena merupakan perjalanan satu arah. Meski demikian,
krisis selalu membuka kesempatan untuk bertransformasi dan mengakselerasi
perubahan.
Interaksi Sosial
Keteladanan adalah kunci utama mengentaskan akhlak tercela. Kita sering
mengulang hadis bahwa tujuan Rasulullah diutus ke muka bumi ini adalah untuk
memperbaiki akhlak umat. Hal ini menandakan misi Rasululullah tidak akan pernah
selesai. Dan kini menjadi tugas kita bersama. Artinya, orang yang melaksanakan
perintah rasul, khususnya para guru, adalah orang-orang yang mengemban misi rasul.
Sebagai tongkat estafet pembumian ajaran-ajaran Rasulullah Saw.
Siswa sebagai agent of change harus dibina dan diarahkan dengan baik oleh
pendidik yang berkualitas. Agar bisa menciptakan sesuatu yang dapat memberikan
manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sebagai pendidik harus memiliki kemampuan
dalam meningkatkan upaya siswa untuk berkembang dan terus berkembang. Pendidik
haruslah menanamkan pola pikir kritis kepada siswa dalam menghadapi fenomena-
fenomena yang ada. Kemudian siswa dapat membangun pola pikir dalam
pengembangan rasa peduli terhadap kondisi yang ada. Bukan hanya peduli tetapi juga
berusaha mencari solusi yang berarti. Pendidikan juga merupakan upaya dalam
meningkatkan motivasi siswa dalam perkembangannya menjadi manusia yang
seutuhnya. Pendidik merupakan aspek utama dalam mewujudkan perubahan yang
luar biasa terhadap siswa. Penumbuhan motivasi tentang cita-cita yang tinggi
merupakan salah satu tugas pendidik dalam proses pembelajaran terhadap siswa di
sekolah.
Strategi pembelajaran moral sangat diperlukan karena banyaknya perilaku
moral dikalangan siswa seperti membolos, mencontek ketika ujian atau ulangan
harian, berkelahi antar teman. Fakta menunjukkan bahwa terdapat kasus
penyimpangan perilaku moral siswa di sekolah dengan segala variasinya seperti
membolos sebanyak 10%, mencontek sebanyak 40%, berkelahi sebanyak 5% (data
pada MTsN Gondowulung, 2003/2004). Fakta dan fenomena di atas juga terjadi di
setiap sekolah namun memiliki presentase yang berbeda. Hal ini menunjukkan
indikasi tentang tidak adanya pening‐ katan yang signifikan dari perkembangan
perilaku moral siswa dengan pendidikan di sekolah.
Gunawan (2017) menyebutkan bahwa mahluk individu maksudnya manusia
yang memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, atau unsur raga dan
jiwa yang menyatu dalam dirinya. Sedangkan mahluk sosial yaitu manusia yang
hidup bersama dengan manusia lainnya karena ada dorongan dan kebutuhan untuk
berhubungan atau berinteraksi. Dayakisni dan Hudaniah (2009) mengatakan bahwa
interaksi sosial dapat terjadi jika adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.
Sebagai mahluk sosial di dalam melakukan interaksi sosial individu harus mampu
untuk saling pengertian, saling mendengarkan dan saling menerima satu sama lain
sebagai bentuk dari hubungan interpersonal yang baik (Fittness & Curtis, 2005).
79