Page 117 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 117
Ki Sarmidi
Mangunsarkoro
ketika masa tua,
menjabat sebagai
ketua BMKN
(Sumber: Istimewa)
ibukota Republik Indonesia untuk sementara dipindahkan ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946
akibat pertempuran yang dahsyat melawan Belanda dan sekutunya. Serindo tetap mengambil bagian
aktif di dalam perjuangan. Setelah diadakan perudingan dengan beberapa partai politik lain yang sama
asas dan tujuan—antara lain PNI di Pati, Madiun, Palembang, dan Sulawesi; Partai Republik Indonesia di
Madiun; Gerakan Republik Indonesia; dan beberapa partai lain—diselenggarakanlah kongres Serindo
di Kediri pada tanggal 29-31 Januari 1946. Semua partai tersebut berfusi menjadi satu partai, yaitu
PNI. Ki Sarmidi Mangunsarkoro terpilih sebagai ketua dan sejak saat itu PNI mengawali perjuangan
mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Dalam Anggaran Dasar Pasal 2 ditetapkan bahwa PNI
berasas sosio nasional demokrasi (kebangsaan, kerakyatan, sama rata sama rasa), yang tercermin
dalam lambang PNI: segitiga dengan kepala banteng di dalamnya. Lambang ini menggambarkan sintesis
nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme.
Pada tanggal 10 sampai dengan 15 November 1946 di kota kecil Linggarjati, dekat Cirebon,
dilangsungkan perundingan antara Republik Indonesia dan Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killern.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Schermerhom.
Perundingan Linggarjati menghasilkan persetujuan yang diparaf oleh kedua belah pihak pada tanggal dan sipil kurang baik akibat beberapa sikap prajurit. Di beberapa tempat mereka tidak mendapatkan
15 November 1945. Setelah persetujuan diparaf oleh kedua belah pihak, masih diperlukan pengesahan simpati rakyat, padahal simpati itu sangat penting jika kita hendak mengadakan pertahanan bergerilya.
dari parlemen masing-masing negara. Oleh karena itu pada tanggal 25 Februari–6 Maret 1947 KNIP Ki Sarmidi Mangunsarkoro juga melaporkan bahwa bantuan kepada kaum pengungsi kurang. Banyak
mengadakan sidang di Malang membicarakan naskah hasil perundingan Linggarjati. Dalam sidang itu
Ki Sarmidi Mangunsarkoro menentang isi persetujuan Linggarjati karena tidak mengandung pengakuan juga yang menggugat sebelum waktunya, yang diakibatkan oleh fluistercompagne musuh. Hal semacam
ini harus diberantas. Politik dalam negeri harus ditujukan pada pembulatan tekad seluruh rakyat, yaitu
terhadap Republik Indonesia secara de jure dan hanya pengakuan samar-samar de facto. Ki Sarmidi
Mangunsarkoro sangat keberatan dengan konsepsi Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu memelihara semangat pembelaan, meniadakan pertikaian politik sesama kita, dan pengawasan atas
Belanda. Meskipun demikian sidang pleno KNIP menerima hasil Perundingan Linggarjati setelah melalui inflitrasi musuh. Tentang pepolit dan TNI Bagian Masyarakat, Ki Sarmidi Mangunsarkoro berpendapat
perdebatan sengit: 284 orang setuju melawan 2 orang yang tidak setuju; satu di antara yang tidak bahwa badan-badan itu merupakan aliran politik. Ia mengusulkan supaya pimpinannya yang
setuju adalah Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Penandatanganan naskah Perundingan Linggarjati diadakan 80%-100% di tangan sayap kiri diubah, sehingga seluruh tenaga dan kekuatan organisasi rakyat ikut
di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947. Kemudian pada tanggal 31 Maret 1947 pemerintah Inggris ambil bagian. Dengan demikian seluruh kekuatan rakyat dapat ditujukan ke arah perjuangan dan dapat
mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera. tecipta perjuangan demokrasi. Sebelum pemerintah dapat mengeluarkan rencana anggaran Ki Sarmidi
Mangunsarkoro meminta supaya dibuat perhitungan tentang pengeluaran ulang atas perhitungan yang
Pada sidang KNIP di Malang para penyokong Perundingan Linggarjati sangat jengkel melihat dan sudah dilakukan. Jika tidak mungkin, hendaknya Badan Keuangan Negara yang mengusahakan lebih
mendengar serangan-serangan Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Mereka yang tidak suka mengatakan bahwa baik mengenai Kementerian Pertahanan karena setiap bulan Kementrian Pertahanan memerlukan 80%
Ki Sarmidi Mangunsarkoro keras kepala, tetapi ternyata kemudian banyak di antara mereka tidak dari pengeluaran pemerintah secara keseluruhan. Mengenai pengangkatan Wikana—tokoh kiri yang
mengakui Perundingan Linggarjati meskipun awalnya menerima. Ki Sarmidi Mangunsarkoro memang bukan militer—sebagai Gubernur Militer Surakarta, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mengharapkan agar
pandai berdebat. Salah satu sifatnya yang mungkin memanaskan hati lawan berdebatnya ialah bahwa ia Gubernur Militer Surakarta itu menunjukkan sikap dan usaha yang membuktikan bahwa pengangkatan
tetap tenang meskipun diserang habis-habisan, tetapi pada saat yang tepat ia ganti menyerang habis- atas dirinya sudah tepat.
habisan. Dengan tenang ia mendengarkan segala serangan dari pihak lawan, kemudian setelah lawan
bicaranya berhenti ia meminta waktu bicara. Pada tanggal 8 Desember 1947 dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN) setelah Perjanjian Renville.
Delegasi Indonesia diketuai oleh Dr. Leimena dan Ki Sarmidi Mangunsarkoro menjadi salah satu
Isi perundingan Linggarjati menimbulkan berbagai macam tanggapan dalam masyarakat. Ada yang anggota. Dengan tegas PNI menolak hasil perundingan karena menganggap membahayakan kedaulatan
setuju dan ada yang menentang. Golongan yang setuju ialah partai-partai politik pemerintah, yaitu RI sebagaimana dipaparkan oleh Ki Sarmidi Mangunsarkoro dalam sidang BP-KNIP pada tanggal 17
golongan sosialis yang tergabung dalam sayap kiri; sedangkan yang menentang di antaranya PNI, Februari 1948, bahwa perjanjian gencatan senjata yang berlaku sebelum tercapai persetujuan politik
Masyumi, Partai Wanita Rakyat, dan Partai Rakyat Indonesia yang tergabung dalam Benteng Republik yang akan menetapkan status republik merugikan republik. Namun naskah Perjanjian Renville yang telah
Indonesia. Meskipun ada golongan dalam masyarakat yang menentang hasil Perundingan Linggarjati, ditandatangani merupakan kenyataan politik yang tidak dapat diabaikan dalam perjuangan selanjutnya.
namun pemerintah tetap pada garis politiknya: menaati dan melaksanakannya, karena pemerintah Dalam menghadapi perundingan tersebut sebenarnya posisi RI kuat karena pada tanggal 20 Desember
menilai Perundingan Linggarjati hanya sekedar jembatan untuk mencari jalan baru bagi perjuangan 1947 BP-KNIP telah menerima mosi percaya yang diajukan oleh Ki Sarmidi Mangunsarkoro selaku
bangsa Indonesia pada masa kemudian.
ketua fraksi PNI, “kepercayaan penuh atas politik pemerintah dalam membela kemerdekaan negara.”
Pada tanggal 1 Oktober 1947 BP-KNIP mengadakan sidang untuk membicarakan laporan anggota Mosi kepercayaan itu diterima karena politik yang dijalankan pemerintah dianggap berdasarkan
BP-KNIP yang ditugaskan memeriksa keadaan di berbagai front. Ki Sarmidi Mangunsarkoro, yang pembelaan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Syarat pertama untuk mencapai itu
merupakan salah satu pembicara, mangatakan bahwa baik-buruk segala sesuatu dapat dilihat dari adalah menuntut pengakuan de jure pihak Belanda atas daerah-daerah Republik Indonesia yang
anasir militer, politik, sosial, ekonomi, keamanan, dan penerangan. Hubungan antara pemimpin militer secara de facto telah diakui oleh negara-negara lain dan akan diadakan plebisit yang bebas di daerah-
104 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 105