Page 119 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 119

daerah Indonesia lainnya. Ki Sarmidi Mangunsarkoro menegaskan bahwa titik berat mosinya adalah   gagal. Dalam kedudukannya sebagai ketua BMKN ia pernah memipin delegasi kebudayaan ke Thailand.
 perjuangan menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara karena kemerdekaan merupakan satu-  Pada tahun 1955 pula ia menjadi anggota Dewan Penyantun UGM dan ASRI.
 satunya pegangan bagi Bangsa Indonesia dalam menghadapi semua masalah. Ia juga menjelaskan bahwa
 kedaulatan Republik Indonesia sudah diakui di luar. Oleh sebab itu kekuatan internal harus dipelihara   Pada tahun 1954 Ki Sarmidi ditunjuk menjadi anggota DPR sebagai wakil PNI. Dalam Kongres PNI
               ke-7 di Bandung tanggal 15–22 Desember 1954 ia duduk sebagai Wakil Ketua Umum I. Setelah Dewan
 untuk mendukung perjuangan ke luar dan dalam hal ini berdasar kebulatan tekad. Harus ada dasar yang   Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante hasil Pemilihan Umum tahun 1955 terbentuk ia dipercaya
 nyata, yang bersumber pada persatuan pendapat dan strategi perjuangan. Hasil Perundingan Renville   lagi menjadi wakil PNI di DPR. Di samping itu ia juga diangkat sebagai wakil PNI di Konstituante. Dalam
 merugikan RI dan menguntungkan Belanda. Meskipun demikian Belanda yang sudah kalap dan bernafsu   lembaga perwakilan rakyat tersebut, baik di DPR maupun Konstituante, ia dipercaya sebagai Ketua
 menguasai dan menjajah Indonesia kembali merasa tidak puas mengenai hasil perundingan tersebut,   Fraksi PNI. Jabatan sebagai Ketua Fraksi PNI di DPR, Konstituante, dan Wakil Ketua Umum I PNI
 sehingga Perundingan Renville pun diingkari oleh pihak Belanda yang kemudian melancarkan Agresi   dipangkunya sampai ia meninggal dunia pada tanggal 8 Juli 1957. Kepergian Ki Sarmidi Mangunsarkoro
 Militer Belanda II. Pada masa Agresi Belanda II ini Sarmidi ditangkap dan ditahan di Penjara Wirogunan   merupakan pukulan berat bagi PNI, karena sangat besar jasanya terhadap partai, bangsa, dan negara.
 dan baru bebas kembali setelah diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB).
               Ia meninggalkan nama baik dan nama harum. Seperti bunyi pepatah “gajah mati meninggalkan gading,
               harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama”. Sarmidi meninggal karena
 MENJADI MENTERI  sakit pada hari Sabtu, 8 Juni 1957 Pukul 10.10 WIB di Rumah Sakit CBS Jakarta.

 Dalam Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-14 Desember 1949) Ki Sarmidi Mangunsarkoro diangkat   Begitu banyak sumbangan Ki Sarmidi Mangunsarkoro dalam bidang pendidikan dan kebudayaan yang
 sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K). Tidak seperti menteri lain yang   sangat berguna bagi bangsa Indoensia.
 segera pindah ke rumah dinas, keluarga Ki Sarmidi Mangunsarkoro tetap tinggal di rumahnya yang
 sangat sederhana, rumah kuna model “Bale Malang”: separuh bagian bawah berupa tembok batu dan
 separuh  bagian  atas  terbuat  dari dinding  bambu. Ki Sarmidi Mangunsarkoro  mempunyai pendapat
 bahwa apabila nanti kabinet jatuh dan tidak dipilih kembali sebagai menteri tidak perlu memindahkan
 barang-barang rumah tangganya dari rumah dinas ke rumah pribadi kembali.

 Sebagai Menteri PP dan K, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mempunyai pendirian dan prinsip teguh: tidak
 mau bekerjasama dengan Belanda. Ia berpendapat bahwa kebudayaan universal, tidak memandang
 bangsa, dan kerjasama merupakan hal yang baik; tetapi kejadian-kejadian sebelumnya menunjukkan
 bahwa pihak Belanda sering menggunakan kebudayaan untuk maksud lain yang merugikan bangsa
 Indonesia. Itulah sebabnya ia menolak kerjasama dengan Belanda. Pernah pihak Belanda menawarkan
 buku-buku untuk Perpustakaan Negara kepada Ki Sarmidi Mangunsarkoro selaku Menteri PP dan K,
 tetapi ia menjawab tegas bahwa pihaknya akan menerima dengan catatan tanpa ada ikatan. Demikian
 pun apabila pihak Belanda memerlukan buku-buku dari RI akan diberi juga.

 Salah satu prestasi Ki Sarmidi selaku Menteri PP dan K adalah keberhasilan membuat Undang-undang
 (UU) Pendidikan dan Pengajaran. Ia juga meletakkan dasar-dasar atas kelahiran Universitas Gadjah
 Mada (UGM), terutama pada saat anggota dari The United Nations Technical Assistance Commissions
 (Dr. Hatta Akrawi) mengusulkan supaya Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Farmasi dipindah
 dan digabungkan dengan Fakultas Kedokteran di Jakarta, dengan alasan Yogyakarta kekurangan dosen.
 Akan tetapi pihak Senat di bawah pimpinan Dr. Sardjito—yang didukung oleh Presiden RI (saat itu) Mr.
 Asaat dan Menteri PP dan K Ki Sarmidi Mangunsarkoro—menolak dan tetap mempertahankan ketiga
 fakultas tersebut. Akhirnya UGM lahir dengan Surat Keputusan yang ditandatangani Menteri PP dan
 K Ki Sarmidi Mangunsarkoro dan Presiden Mr. Asaat. Di samping itu Ki Sarmidi Mangunsarkoro juga
 mendirikan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta dan Konservatori Karawitan Surakarta.

 Pada  tahun  1952  Ki Sarmidi diangkat sebagai Ketua  Badan  Musyawarah  Kebudayaan  Nasional
 (BMKN). Pada tahun itu juga ia diangkat sebagai Ketua Badan Pertimbangan Kebudayaan Nasional
 Pemerintah Republik Indonesia. Sebagai Ketua BMKN ia menganjurkan berkembangnya kebudayaan
 rakyat. Kemudian pada tahun 1954 ia menjadi Ketua Panitia Penyantunan ASRI untuk menentukan apa
 yang akan dilaksanakan ASRI. Pada tahun 1955, dalam Kongres Kebudayaan di Sala, ia dipaksa oleh
 sekelompok pemuda agar memberi kekuasaan kepada mereka dalam BMKN yang akan datang. Namun
 ia menolak dan tetap pada pendiriannya. Akhirnya rencana para pemuda tersebut menguasai BMKN




 106  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  107
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124