Page 124 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 124
Abu Hanifah setelah
dilantik sebagai
Datuk Maharajo
Emas. Abu Hanifah
berdiri ketiga dari
kiri
(Sumber: Repro
Selama menjalani masa pendidikan semua murid STOVIA diasramakan. Setiap murid diatur penempatan Buku Prof. Dr.
Abu Hanifah Dt,
kamarnya sejak tahun pertama sampai dengan kelulusan. Ada semacam rotasi berkala dalam hal kamar, ME: Karya dan
sehingga para murid pernah merasakan tidur di kamar yang berada di ruang A, B, C, dan D. Ada Pengabdiannya)
aturan dan pengawas yang mengawasi pelaksanaan tata tertib di asrama, yang dinilai ketat oleh para
murid STOVIA. Tujuan pengawasan tiada lain agar para murid tidak melakukan hal-hal yang dapat
mengganggu kelancaran dan ketepatan waktu belajar di sekolah kedokteran tersebut.
Walaupun demikian tidak berarti semua murid menaati semua aturan. Ada saja di antara mereka
yang melanggar dengan berbagai alasan dan cara, misalnya banyak murid yang “membongkar” genteng
kamar kecil atau toilet agar dapat keluar asrama untuk membeli makanan atau kopi yang tidak dapat
diperoleh di asrama atau di luar jam makan. Abu Hanifah merupakan salah seorang siswa yang juga
pernah melakukan kenakalan demikian. Yang masih di kenangnya sampai ia menjadi seorang dokter dan
politisi adalah sewaktu menerobos ke luar asrama hanya sekedar membeli kopi ekstra dari Bang Amat
dan tahu Long yang mangkal di daerah Senen.
Di STOVIA terdapat beberapa organisasi sekolah yang sedikit banyak memberi kebebasan kepada
para murid untuk berekspresi atau menyalurkan bakat. Ada beberapa perkumpulan di sekolah yang Setamat dari STOVIA Abu Hanifah kembali ke kampung halamannya. Selain untuk melepas rindu
dibentuk dan diurus oleh para murid STOVIA, misalnya perkumpulan senam dan anggar, perkumpulan terhadap kampung halamannya, ia juga mau minta doa restu kedua orang tuanya untuk tugasnya
sepak bola, perkumpulan tenis, perkumpulan musik, perkumpulan tari Jawa, perkumpulan catur sebagai dokter yang baru diterimanya, serta mau minta pertimbangan tentang niatnya untuk
dan dam, perkumpulan pencak Sumatera, dan perkumpulan musik Hawaii. Dari sekian banyak berumah tangga.
perkumpulan itu beberapa di antara menjadi tempat Abu Hanifah mengembangkan hobi, yakni Abu Hanifah tidak lama tinggal di kampung halaman karena harus segera pergi ke Medan untuk
sepak bola (perkumpulan sepak bola), musik (perkumpulan musik), dan pencak Sumatera. Salah bekerja sebagai asisten Prof. Heineman di Rumah Sakit Tanjung Morawa, Medan (1932–1934). Ia
satu alat musik yang menjadi favoritnya dan sering dimainkannya dalam latihan bersama adalah cukup beruntung menjadi asisten Prof. Heineman dalam bidang penyakit dalam dan kandungan.
biola. Ia mempunyai biola warisan dari ayahnya. Hobi lain yang sering dilakukan oleh Abu Hanifah Perkenalan dengan Prof. Heineman ini merupakan keberuntungan tersendiri bagi Abu Hanifah, karena
adalah menulis, melukis, dan memancing. Kegiatan ekstra kurikuler seperti inilah yang mengantarnya Prof. Heineman-lah yang memungkinkan dirinya dapat mengikuti pendidikan ke jenjang yang
berkenalan dengan murid-murid lain yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda adat istiadat lebih tinggi tanpa harus kehilangan pekerjaan. Ia dapat melanjutkan pendidikan di Geneeskundige
dengan kampungnya. Dari sekian banyak temannya, beberapa di antaranya menjadi tokoh terkenal, Hogeschool, Jakarta (Batavia).
baik pada masa pergerakan nasional maupun pada masa sesudahnya, antara lain Sutomo, Cipto
Mangunkusumo, Gunawan, dan Bahder Djohan.
KEPALA RUMAH TANGGA YANG BAIK
Pada tahun terakhir masa pendidikannya di STOVIA Abu Hanifah memutuskan keluar asrama. Ia
memilih tinggal di Indonesische Clubgebaouw (IC), sebuah asrama atau tempat kontrakan di daerah Seperti telah disinggung di atas, setelah selesai pendidikan di STOVIA pada tahun 1932 Abu
Jalan Kramat Raya, yang menjadi tempat favorit para aktivis pelajar kaum pribumi. Dari nama Hanifah pulang ke kampungnya di Padang Panjang dengan tujuan meminta pertimbangan sekaligus
gedungnya, IC, sudah menyiratkan warna politis para pelajar yang menjadi penghuninya. Tentu izin dari orang tuanya untuk menikah. Ia merasa lega karena, seperti yang diharapkan, kedua orang
bukan sekadar kaum pribumi semata, apalagi orang Belanda, melainkan hanya kaum pribumi yang tuanya menyetujui. Oleh karena itu pada tahun itu juga, tepatnya pada tanggal 19 Oktober 1932,
berani mengaku diri sebagai orang Indonesia (pada masa itu pengakuan demikian mengandung ia melangsungkan perkawinan dengan buah hatinya, Hafni Zahra Thaib, putri pasangan Moh. Samin
risiko, yakni sewaktu-waktu bisa masuk penjara). Kenyataan itu sekaligus menunjukkan jati diri Thaib dan Siti Ara Dati.
Abu Hanifah sebagai seorang pelajar pemberani, yang berani menunjukan keberpihakannya kepada Abu Hanifah mengenal anak gadis itu bukan karena dipertemukan oleh orang tuanya ataupun
kaum pergerakan nasional yang sedang berupaya memerdekakan kaumnya dari belenggu penjajahan orang tua Hafni, melainkan karena aktivitasnya dalam organisasi pemuda, yaitu Pemuda Indonesia.
Belanda. Semangat para pemuda pelajar semakin besar, terutama sejak Kongres Pemuda yang Hafni merupakan salah seorang gadis yang aktif sebagai anggota Indonesia Muda. Sebagai catatan,
akhirnya menghasilkan Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Dalam pada mulanya Hafni tinggal dan bersekolah di kota Medan, namun karena aktivitasnya di Indonesia
renungannya tentang Sumpah Pemuda, Abu Hanifah mengatakan bahwa Sumpah Pemuda lahir Muda dikeluarkan dari sekolahnya, bahkan setengah dipaksa harus meninggalkan kota tersebut.
sebagai letusan semangat yang membakar jiwa raga dan hati nurani pemuda-pemudi Indonesia. Dengan pertimbangan tertentu ia memilih kota Jakarta (Batavia) sebagai tempat tinggal barunya.
Satu-satunya jalan untuk mempersatukan pemuda-pemudi bangsa yang terserak di seluruh
Nusantara, tanpa mengetahui dan sadar bahwa pada hakikatnya mereka satu bangsa, yang satu Dari perkawinan itu Abu Hanifah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Elsam (lahir di Medan pada 11
nasib dan satu penanggungan, karena menderita dijajah bangsa lain yang negaranya jauh ribuan September 1934), Chalid (lahir di Kuantan pada 23 Oktober 1937), dan Siti Nurhati (lahir di Jakarta
mil dari Indonesia. Sebagai catatan, di IC inilah Abu Hanifah bertemu dengan pemuda aktivis pada 20 Desember 1952). Abu Hanifah sangat mencintai ketiga anaknya dan membesarkan mereka
3
pergerakan nasional yang telah lebih dahulu tinggal di situ, seperti Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, dengan penuh kasih sayang. Karena kasih sayang itu ia menerapkan nilai kedisiplinan kepada ketiga
dan Asa’at Abbas. anaknya serta memberi pengertian tentang hak dan kewajiban anak terhadap orang tuanya.
112 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 113