Page 126 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 126
Abu Hanifah (No.2
dari kanan, berpeci)
sebagai Menteri
PP&K pada Kabinet
Hatta di era RIS
(Sumber: buku Prof.
Dr. Abu Hanifah
Dt, ME: Karya dan berdampak positif di kalangan pemuda setempat. Kesadaran pemuda setempat tentang pentingnya
Pengabdiannya)
belajar dan tentang pergerakan demi kemajuan bangsa semakin meluas di kalangan pemuda pribumi.
Oleh karena itu pula sewaktu pada tahun 1926 digagas penyelenggaraan Kongres Pemuda yang pertama
kali kalangan pemuda menyambut luar biasa; bahkan dikatakan selangkah lebih maju dibandingkan
dengan kaum pergerakan nasional yang lebih senior yang bergabung dalam organisasi sosial-politik,
seperti BO, SI, Al-Irsyad, PKI, dan Muhammadiyah.
Kerapatan Besar Pemuda, yang lebih dikenal dengan sebutan Kongres Pemuda, pertama kali diselenggarakan
pada tanggal 30 April–2 Mei 1926 di Gedung Setan (Kimia Farma), Vrijmetse Laar (sekarang Jl. Budi
Utomo No. 1). Meskipun Kongres tidak berhasil menyatukan seluruh organisasi pemuda seperti yang
diharapkan, namun kongres berhasil merumuskan “Ikrar Pemuda” yang kelak dibacakan pada Kongres
Pemuda kedua pada 28 Oktober 1928. Satu hal perlu dicatat dan tidak banyak diketahui bahwa Kongres
Pemuda inilah yang sebenarnya menggodok kelahiran “Bahasa Indonesia”. Pada waktu-waktu sebelumnya
masyarakat memang tidak mengenal Bahasa Indonesia. Yang mereka kenal adalah Bahasa Melayu. Karena
itu dalam draf pertama “Ikrar Pemuda” yang disusun Moh. Yamin susunannya sebagai berikut:
Keberhasilan Abu Hanifah dan istrinya mendidik dan membesarkan anak-anaknya membuat
keluarganya sering dijadikan contoh tauladan oleh masyarakat sekitar, terutama saudara-saudaranya
di Padang Panjang atau Batusangkar. Karena sifat kepemimpinannya akhirnya ia dipilih menjadi kepala
suku Pisang (salah satu suku Minangkabau). Di dalam suku Pisang terdapat empat rumpun keluarga, Pertama Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe
yang masing-masing diwakili oleh seorang datuk. Keempat datuk ini bersama tetua-tetua kampung bertoempah darah jang satoe, Tanah Indonesia
melakukan musyawarah memilih Abu Hanifah menjadi kepala suku Pisang. Oleh karena itu, berdasarkan
permusyawaratan adat dalam suku Pisang, pada tahun 1936 Abu Hanifah dijemput ke Kuantan. Ia dipilih Kedoea Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe
menjadi “Datuk Maharajo Amah” atau “Datuk Maharajo Emas”. Dengan “jabatan” itu dirinya diserahi berbangsa jang satoe, Bangsa Indonesia
tanggung jawab sebagai kepala suku.
Ketiga Kami Poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng
TERJUN KE DUNIA POLITIK bahasa persatoean, Bahasa Melajoe
Selama belajar di STOVIA Abu Hanifah sering bertemu dan berdiskusi dengan beberapa pelajar
progresif yang kritis terhadap lingkungannya, terutama terhadap nasib bangsanya, seperti Sutomo,
M. Suradji, Gunawan Mangunkusumo, dan Moh. Soleh. Pembicaraan dan diskusi itulah yang membuat Tabrani tidak setuju dengan urutan yang ketiga karena dinilai tidak elok. Pada bagian pertama dan
Abu Hanifah semakin tertarik pada perjuangan atau politik pergerakan kebangsaan. Ia mengagumi kedua yang menyangkut tanah tumpah darah dan bangsa dengan ikrar “Indonesia”. Mengapa giliran
bagaimana Sutomo, Gunawan, dan yang lain begitu cepat menangkap ide-ide dr. Wahidin Sudirohusono yang ketiga yang menyangkut bahasa, bunyi ikrarnya “Melayu”? Mohammad Yamin sempat memberikan
yang mengunjungi para pelajar STOVIA dalam perjalanan keliling untuk membentuk studie fond. Seperti alasan mengapa menggunakan “Melayu” pada ikrar ketiga: realitasnya pada waktu itu belum ada bahasa
sudah banyak dipublikasikan dalam beberapa karya sejarah, studie fond kelak akan digunakan untuk Indonesia, dan berdasarkan hasil perbincangan yang berpotensi menjadi bahasa persatuan adalah
membantu kaum muda yang berbakat penerima bantuan itu agar dapat menuntut ilmu—yang hasilnya bahasa Melayu. Terhadap argumentasi Yamin, Tabrani kembali bertanya, apakah realita waktu itu sudah
kelak—menjadi pemimpin yang mampu “memerintah diri dan bangsanya sendiri”. Ide Wahidin ini ada bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia? Kalau bangsa dan tanah air Indonesia bisa diciptakan,
kemudian mendorong para pemuda pelajar STOVIA mendirikan organisasi Boedi Oetomo (BO). Ia mengapa bahasa Indonesia tidak. Kita adakan bahasa Indonesia yang basisnya bahasa Melayu, yang
merasa bangga karena semasa belajar di STOVIA dapat bertemu dengan para pendiri BO. Semasa di kelak akan berkembang dan terus berkembang melalui penyerapan kosa kata dari berbagai bahasa suku
STOVIA pula ia mendengar perjuangan Sarikat Islam (SI) dan Indische Partij (IP) yang jajaran pimpinannya bangsa yang ada di Indonesia. Sementara bahasa Melayu tetap berkembang sebagai bahasa Melayu.
merupakan pendiri BO, yakni Gunawan Mangunkusumo (SI) dan Cipto Mangunkusumo (IP).
Kemudian kedua orang ini meminta pendapat dari dua orang yang juga dikenal sebagai orang-orang
Ketertarikannya terhadap pergerakan kebangsaan membuat Abu Hanifah lebih mudah bergaul dengan yang paham dalam hal kebahasaan. Pertama, Djamaloeddin, yang ternyata condong kepada pendapat
para pemuda pelajar lain yang telah menjadi aktivis pergerakan kebangsaan. Akhirnya ia ikut bergabung Yamin. Kedua, Sanusi Pane, yang ternyata setelah berpikir sependapat dengan Tabrani, sehingga
menjadi anggota Jong Sumatranen Bond (JSB), yang setelah Kongres Pemuda pertama berubah nama dengan pendapat ini skor menjadi seimbang. Akhirnya mereka sepakat masalah ikrar pemuda itu
menjadi “Pemuda Sumatera”. Dalam organisasi ini ia bertemu kembali dengan teman satu daerah, dibawa ke kongres berikutnya agar Yamin—yang mereka kenal sebagai ahli bahasa—lebih leluasa
seperti Moh. Yamin dan Bahder Djohan. Bersama-sama mereka pula, kalau pulang liburan ke kampung mempelajarinya. Ternyata dalam Kongres Pemuda ke II yang diketuai oleh Sugondo Joyopuspito konsep
atau daerah masing-masing, menyempatkan diri mempropagandakan organisasinya kepada kalangan ikrar pemuda langsung dibawa ke sidang pleno dan secara aklamasi diterima. Susunannya seperti yang
pemuda setempat, sekaligus menjelaskan tujuan perjuangan. Aktivitas mereka seperti itu terbukti telah diperdebatkan dalam Kongres Pemuda yang ke I sebagai berikut: 4
114 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 115