Page 174 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 174
Muhammad Yamin
Mr. Muhammad Yamin merupakan tokoh kontroversial yang banyak dipuja dan juga dihujat. Ia lulusan
Rechts Hoge School yang juga ahli dalam budaya, sastra, dan sejarah, serta sekaligus politisi tangguh.
Ia salah satu pelopor Sumpah Pemuda sekaligus “pencipta imaji keindonesiaan” yang mempengaruhi
persatuan Indonesia. Di satu sisi ia dipuji karena prestasinya sebagai ahli sastra dan disebut sebagai
salah satu perintis puisi modern serta pelopor Sumpah Pemuda, namun di sisi lain ia dihujat sebagai
pembohong dan dianggap telah menghilangkan notulensi hasil sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tentang “dasar negara”, khususnya Pancasila. Pada
sidang pertama BPUPKI yang diselenggarakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 Yamin duduk
bersama dengan Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, dan Dr. Supomo menyampaikan usulan masing-
masing tentang dasar negara. Akan tetapi pada tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia, Muhammad
Yamin justru bersebarangan dengan Soekarno dan Hatta. Ia bergabung ke dalam kelompok “Persatuan
Perjuangan” bentukan Tan Malaka, yang menjadi kelompok oposisi sejak akhir tahun 1945 sampai
dengan terjadinya peristiwa yang disebut “Peristiwa 3 Juli”. Peristiwa itu oleh Presiden Soekarno
1
dianggap sebagai upaya makar dengan Tan Malaka sebagai dalangnya. Pihak Persatuan Perjuangan
membantahnya, apalagi realitanya sejak bulan Maret 1946 sampai terjadinya peristiwa tersebut
Tan Malaka berada di penjara. 2
Muhammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 24 Agustus 1903. Ayahnya
Masa Jabatan bernama Usman Baginda Khatib, bekerja sebagai pegawai yang mengawasi dan mengurusi bidang kopi
30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955 pada sebuah perusahaan Belanda; sedang ibunya bernama Siti Sa’adah, asal Bengkulu yang lahir di
3
4
Padang Panjang dan kemudian dilantak atau dijadikan orang Minang. Di samping menikahi Siti Sa’adah,
Baginda Khatib menikahi empat perempuan lain. Secara keseluruhan dari istri-istrinya itu Baginda
Khatib mempunyai 16 orang anak, hampir semuanya menjadi intelektual, misalnya Muhammad Yaman
menjadi seorang pendidik terkemuka, Djamaluddin Adinegoro menjadi seorang wartawan terkemuka
pada zamannya, dan Ramana Usman menjadi pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu ada pula
sepupunya, Mohammad Amir, yang menjadi tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
JEJAK PENDIDIKAN
Setelah umurnya mencapai tujuh tahun Yamin dimasukkan ke Sekolah Angka/Kelas II, yang di Jawa
Tengah terkenal dengan sebutan Sekolah Angka Loro, setingkat sekolah dasar untuk kaum bumiputera.
Lama pendidikan sekolah ini empat tahun dengan fokus mata pelajaran keterampilan membaca dan
berhitung. Adapun bahasa pengantar bahasa setempat, seperti bahasa Melayu untuk Sumatera Barat,
namun setelah Kongres Pemuda, terbit keputusan pemerintah Hindia Belanda mengganti bahasa
Melayu dengan bahasa Minang. Sejak di sekolah, bakat dan kemauan Yamin untuk memperoleh ilmu
pengetahuan demikian kuat. Ia merasa hanya dengan berbahasa Melayu saja tidak cukup. Hasrat itulah
yang mendorongnya pindah sekolah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Sejak tahun 1914 di Sumatera Barat telah ada HIS. Umumnya kaum pribumi yang boleh mendaftarkan
anaknya ke sekolah itu adalah orang yang berpengasilan relatif tinggi atau sekitar 300 gulden per bulan
(kurang lebih setingkat penghasilan wedana pada masa itu). Mengingat kedudukan orang tuanya yang
terpandang, sangat mudah bagi Yamin pindah ke HIS. Ada yang mengatakan pada waktu itu Yamin telah
duduk di kelas IV Sekolah Angka II. Ia sekolah di HIS tempat saudaranya, Muhammad Yaman, mengajar. 5
Muhammad Yamin berhasil menyelesaikan pendidikan di HIS pada waktu umurnya menginjak 15 tahun.
Rata-rata siswa HIS menempuh Pendidikan HIS selama tujuh tahun. Tidak demikian halnya dengan
162 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 163