Page 192 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 192

Soewandi Notokoesoemo





                                                                                                                                                                  R.M. Soewandi Notokoesoemo lahir pada tanggal 25 Desember 1904. Ia lulusan Techinsche Hoogeschool
                                                                                                                                                                  (THS) Bandung pada tahun 1936. Pada masa pendudukan Jepang ia sempat bekerja sebagai pengajar
                                                                                                                                                                  di Bandoeng Kogyo Daigaku (Technische Hoogeschoolte Bandoeng) dengan mengampu mata kuliah
                                                                                                                                                                  Ilmu Bangunan.

                                                                                                                                                                  Sesudah  Jepang  menyerah  tanpa  syarat  kepada  Sekutu,  disusul  kemudian  dengan  Proklamasi
                                                                                                                                                                  Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para mahasiswa Bandoeng Kogyo Daigaku
                                                                                                                                                                  bertindak cepat melucuti dosen-dosen berkebangsaan Jepang dan menahan mereka di rumah
                                                                                                                                                                  masing-masing. Praktis sejak itu urusan Bandoeng Kogyo Daigaku, yang namanya kemudian diubah
                                                                                                                                                                  menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandung, dipegang oleh pada dosen dan tenaga kependidikan bangsa
                                                                                                                                                                  Indonesia. Dalam pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa di Institut Teknologi
                                                                                                                                                                  Bandung (ITB) pada tanggal 25 Maret 1977 ia menyebutkan bahwa pada 27 Agustus 1945 di ruang
                                                                                                                                                                  Aula Bandoeng Kogyo Daigaku (Aula Barat ITB) terjadi serah terima Bandoeng Kogyo Daigaku dari
                                                                                                                                                                  bala tentara Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI). Satu kelompok insinyur Indonesia
                                                                                                                                                                  yang mempunyai cita-cita Indonesia merdeka, seperti Soenaryo, Soewandi, Abidin dan Rooseno
                                                                                                                                                                  berinisiatif mengambil alih perguruan itu yang praktis baru berdiri satu minggu untuk kemudian
                                                                                                                                                                  diserahkan kepada Pemerintah RI.

                             Masa Jabatan                                                                                                                         Tak lama setelah itu kegiatan Bandoeng Kogyo Daigaku dibuka kembali namun dengan nama yang
                             12 Agustus 1955 - 24 Maret 1956                                                                                                      telah  diindonesiakan, yaitu  Sekolah  Tinggi Teknik  Bandung  (STT  Bandung), di bawah  pimpinan
                                                                                                                                                                  Prof. Ir.  Roosseno  Soerjohadikoesoemo  dengan  dibantu  oleh  Ir. R. Goenarso, Ir. R.M. Soewandi
                                                                                                                                                                  Notokoesoemo, Ir. Soenarjo, dan Sutan Muchtar Abidin. Menurut Prof. Rooseno, “Modal kerja pada
                                                                                                                                                                  saat  itu  hanya  nasionalisme  yang  berkobar-kobar, antusiasme,  devotion,  untuk  memulai pendidikan
                                                                                                                                                                  teknik di Indonesia. Suatu tugas berat di atas pundak para insinyur. Pada saat itu hanya ada 170 insinyur
                                                                                                                                                                  di Indonesia. Apa  mungkin 170 gelintir insinyur mengurus  pekerjaan teknik dalam negara  RI yang
                                                                                                                                                                  berdaulat dengan penduduk 90 juta?” 1

                                                                                                                                                                  Apa yang disampaikan oleh Prof. Rooseno memang tidak berlebihan. Dalam situasi politik yang tidak
                                                                                                                                                                  kondusif berikut sarana dan prasarana pendidikan yang sangat terbatas, para insinyur sebagaimana
                                                                                                                                                                  disebutkan oleh Prof. Roosseno itu berani membuka tiga program studi, yaitu Bagian Bangunan Jalan
                                                                                                                                                                  dan Air, Bagian Kimia, serta Bagian Mesin dan Teknik Elektro dengan lama pendidikan empat tahun.
                                                                                                                                                                  Jumlah program studi itu sama persis dengan yang ditawarkan oleh Techinishe Hoogeschool pada
                                                                                                                                                                  zaman Kolonial Belanda dan Bandoeng Kogyo Daigaku zaman Pendudukan Jepang. 2

                                                                                                                                                                  Ada satu hal yang menarik dari para mahasiswa STT Bandung, yaitu acara “Ikrar Bersama” di hadapan dua
                                                                                                                                                                  orang anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Otto Iskandardinata dan Ir. M.P. Soerachman
                                                                                                                                                                  Tjokrohadisoerio (yang kemudian menjadi Presiden Universitas Indonesia yang pertama), sebelum
                                                                                                                                                                  berangkat ke Jakarta untuk menghadiri rapat Pleno KNIP pertama tanggal 16–17 Oktober 1945 di
                                                                                                                                                                  Balai Muslimin Jakarta. Dalam ikrar itu para mahasiswa bertekad tidak sudi kembali ke kampus selama
                                                                                                                                                                  kemerdekaan penuh bangsa Indonesia belum tercapai. Mereka bersedia dan rela mengorbankan jiwa
                                                                                                                                                                                                  3
                                                                                                                                                                  dan raga bagi kemerdekaan bangsa.
                                                                                                                                                                  Sekitar  dua  bulan  kemudian  ternyata  situasi politik  memaksa  para  mahasiswa  harus  meninggalkan
                                                                                                                                                                  kampus. Mulai bulan November 1945 kegiatan perkuliahan terpaksa dibubarkan, meskipun kegiatan
                                                                                                                                                                  kantor administrasi di bawah Sutan Muchtar Abidin dan Soenarjo tetap berjalan. Situasi dalam kota
                                                                                                                                                                  Bandung sudah tidak aman bagi para civitas akademika STT Bandung karena NICA dengan para
                                                                                                                                                                  serdadunya masuk ke kota Bandung. Pada tanggal 6 Januari 1946 akhirnya kantor STT Bandung




                             180  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  181
   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197