Page 195 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 195
dipindahkan ke Yogyakarta di bawah pimpinan Prof. Ir. Roosseno, Ir. R.M. Soewandi Notokoesoemo, ENDNOTES
dan Ir. Soenarjo. 1 Pidato pengukuhan sebagai guru besar luar biasa ilmu beton pada tanggal 26 Maret 1949 di Aula Faculteit van Technische Wetenschap
Universiteit van Indonesie, Bandung.
Di Yogyakarta Prof. Roosseno dan timnya menghubungi Panitia Pendirian Yayasan Balai Perguruan 2 Sakri, A.. Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979, Bandung: Penerbit ITB.1979.
Tinggi Gadjah Mada sesuai dengan permohonan Menteri Pendidikan RI. Pada suatu rapat dengan panitia 3 Ibid.
tersebut muncul perbedaan pendapat antara Prof. Roosseno dan kawan-kawan dengan panitia. Pihak
panitia menghendaki yang didirikan adalah perguruan tinggi swasta, sedangkan Prof. Roosseno dan
kawan-kawan yang telah mendapat pesan dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
menghendaki perguruan tinggi yang didirikan adalah perguruan tinggi negeri. Oleh karena itu pada
17 Februari 1946, STT Bandung di Yogyakarta mulai dibuka dengan memanfaatkan Gedung Sekolah
Menengah Tinggi B Negeri Yogyakarta di kawasan Kota Baru (kini SMA Negeri 3 Yogyakarta). Kegiatan
perkuliahan diselenggarakan pada sore hari.
Pada awalnya pimpinan STT Bandung di Yogya dipegang oleh Prof. Ir. Roosseno. Kedudukan ini
kemudian digantikan oleh Ir. Wreksodiningrat Notodiningrat pada tanggal 1 Maret 1947. Sebagai catatan
Notodiningrat adalah insinyur sipil pertama Indonesia lulusan Technishe Hoogeschool Delft tahun
1916. Setelah Pemerintah RI mendirikan Universitas Negeri Gadjah Mada, STT Bandung digabungkan
ke dalamnya menjadi Fakultas Tehnik dengan Ir. Wreksodiningrt sebagai dekan (1947–1951) dan pada
tahun 1949 dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM .
Demikian pula Ir. Soewandi Notokoesoemo dan hampir semua dosen STT Bandung di Yogyakarta ikut
bergabung menjadi salah staf dosen Fakultas Teknik. Pada tanggal 19 September 1954 Soewandi diangkat
menjadi Guru Besar Fakultas Teknik UGM pada bidang Ilmu Konstruksi Baja. Ia menyampaikan pidato
pengukuhannya sebagai guru besar pada 19 September 1954 dengan judul “Perkembangan di dalam
Pemakaian Bahan Logam untuk Konstruksi Djembatan dan Faktor-faktor jang Mempengaruhinja”.
Beberapa dosen asal STT Bandung yang menjadi guru besar UGM adalah Ir. Soenarjo yang diangkat
menjadi Guru Besar UGM pada tahun 1950, Ir. Ali Djojoadinoto menjadi Guru Besar Ilmu Ukur Tanah
pada tahun 1960, serta Herman Johannes menjadi Guru Besar UGM serta kemudian menjadi Dekan
Fakultas Teknik UGM (1951–1956) dan Rektor UGM untuk periode 1961–1966.
Sesudah perang kemerdekaan Ir. R.M. Soewandi Notokoesoemo memilih jalan berkarya di dunia
perguruan tinggi. Seperti telah disinggung di atas, ia menjadi salah satu guru besar di Fakultas Teknik
sejak September 1954. Namun setahun setelah menjadi guru besar ia menerima tawaran menjadi
menteri. Sejak tanggal 12 Agustus 1955 hingga 3 Maret 1956 ia menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan (PP dan K) pada Kabinet Burhanuddin Harahap. Pada masa kepemimpinannya dapat
dikatakan tidak ada satu kebijakan baru terkait dengan pendidikan, pengajaran, dan bidang kebudayaan
di Kementerian PP dan K. Apalagi program kabinet Burhanuddin Harahap hampir tersita oleh persiapan
pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 1955. Setelah Pemilu
selesai dengan kemenangan berada dalam genggaman Partai Nasional Indonesia (PNI), formatur
pembentukan kabinet baru diserahkan kembali ke Mr. Alisastroamidjojo. Dalam susunan Kabinet Ali
ini Suwandi Notokoesoemo tidak terpilih menjadi Menteri PP dan K. Ia pun kembali ke pekerjaan
sebelumnya, yaitu menjadi Guru Besar UGM. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 25 Desember
1960, Prof. Ir. R.M. Suwandi Notokoesoemo meninggal dunia dalam usia 56 tahun.
182 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 183