Page 198 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 198

Sarino Mangun Pranoto





                                                                                                                                                                  Ki Sarino Mangun Pranoto lahir pada tanggal 15 Januari 1910 di Bagelen, Kabupaten Purworejo,
                                                                                                                                                                  Keresidenan Kedu, Jawa Tengah. Setelah usianya cukup, ia dimasukkan ke Hollandsch Inlandsche School
                                                                                                                                                                  (HIS/sekolah setingkat sekolah dasar, dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, yang diperuntukkan bagi
                                                                                                                                                                  kaum pribumi) di Purworejo. Karena suatu alasan ia pindah sekolah di Kabumen. Setelah lulus HIS ia
                                                                                                                                                                  mengikuti pelatihan mengajar di Taman Siswa. Selesai pelatihan pada tahun 1929 ia menghabiskan 13
                                                                                                                                                                  tahun di wilayah pantai utara Pulau Jawa, terutama di daerah Pemalang, sebagai guru sampai akhirnya
                                                                                                                                                                  menjadi Kepala Sekolah Taman Siswa Pemalang.


                                                                                                                                                                  Taman Siswa merupakan lembaga perguruan yang didirikan oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar
                                                                                                                                                                  Dewantara). Sejak awal didirikan lembaga pendidikan ini sangat kental dengan sifat nasionalisme (mulanya
                                                                                                                                                                  nasional Indisch, kemudian menjadi nasional Indonesia). Sifat ini sangat menarik perhatian Sarino dan bahkan
                                                                                                                                                                  mempengaruhi cara pandang Sarino terhadap perjuangan. Ia kemudian masuk ke kancah pergerakan
                                                                                                                                                                  nasional. Selain menjadi pengurus Taman Siswa sejak tahun 1929–1943, ia juga menjadi anggota Partai
                                                                                                                                                                  Indonesia (Partindo), suatu partai yang dianggap sebagai penerus Partai Nasional Indonesia (PNI ). 1

                                                                                                                                                                  Ia  merupakan  tokoh  yang  disegani  oleh  masyarakat  Pemalang,  baik  karena  pendidikan  dan  ilmu
                                                                                                                                                                  pengetahuan maupun karena kekayaan keluarganya (menurut pengakuan Sarino, mertuanya merupakan
                                                                                                                                                                  tuan tanah di daerah Pemalang yang menguasai sekitar 12 ha sawah yang diperoleh dari para petani
                                                                                                                                                                                                                                                   2
                             Masa Jabatan                                                                                                                         yang meminjam uang kepadanya dan tak mampu mengembalikan uang pinjaman tersebut).  Para tuan
                                                                                                                                                                  tanah—bersama orang-orang yang mendapat pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang kemudian
                             24 Maret 1956 - 9 April 1957                                                                                                         menjadi pegawai pangreh praja serta para pedagang atau tuan tanah Cina—menjadi kelompok elit dalan
                                                                                                                                                                  stratifikasi masyarakat Pemalang.

                                                                                                                                                                  Meskipun mertuanya seorang tuan tanah, sosok Sarino sangat dihormati oleh masyarakat Pemalang
                                                                                                                                                                  karena banyak prakarsanya yang justru sangat membantu masyarakat di wilayah itu. Sebagai tokoh
                                                                                                                                                                  Taman Siswa ia juga menjadi penggerak pembentukan koperasi yang banyak membantu para petani dan
                                                                                                                                                                  buruh mengatasi “kesulitan” dalam hal kekurangan modal atau kekurangan dana untuk membeli bibit
                                                                                                                                                                  padi atau keperluan yang lain. Sarino mengajak Partindo dan organisasi-organisasi kemasyarakatan
                                                                                                                                                                  lain menggunakan Gedung Taman Siswa umtuk rapat walaupun ia sendiri bukan anggota partai atau
                                                                                                                                                                  organisasi bersangkutan.

                                                                                                                                                                  Sarino juga aktif dalam organisasi kepanduan. Kegiatannya dalam organisasi kepanduan membuat ia
                                                                                                                                                                  berkenalan dan secara pribadi akrab dengan para anggota pangreh praja. Oleh karena itu Taman Siswa
                                                                                                                                                                  tidak pernah ditegur oleh pemerintah atau polisi walaupun mengizinkan gedungnya digunakan untuk
                                                                                                                                                                  rapat-rapat politik, atau karena dengan sengaja tidak mengibarkan bendera Belanda pada hari ulang
                                                                                                                                                                  tahun Ratu Wilhelmina, atau karena pada tahun 1933 tidak memecat guru-guru Taman Siswa yang
                                                                                                                                                                  berdasarkan Ordonansi Sekolah Liar telah melanggar ketentuan. Pengaruh Sarino inilah yang, menurut
                                                                                                                                                                  Anton Lucas, membuat kondisi sosial-politis Pemalang sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
                                                                                                                                                                  agak berbeda dengan daerah Brebes dan Tegal. 3
                                                                                                                                                                  Sarino  sangat  memahami situasi  dan  kondisi daerahnya, kabupaten  dan  kota  Pemalang, terutama
                                                                                                                                                                  hubungan antara kaum yang berpunya dan kaum yang tidak punya alias miskin. Oleh karena itu sewaktu
                                                                                                                                                                  pecah kurusuhan di Pemalang, juga di Pekalongan dan Brebes, bukan suatu hal yang aneh baginya.
                                                                                                                                                                  Faktor-faktor penyebabnya  sudah tampak sejak masa  akhir kolonial Belanda, terutama  pada  masa
                                                                                                                                                                  Pendudukan Jepang. Ia mengatakan, “Keadaan di desa melarat.” 4

                                                                                                                                                                  Pada masa pendudukan Jepang semua lembaga pendidikan ditutup oleh Pemerintahan Pendudukan
                                                                                                                                                                  Jepang, tak terkecuali Taman Siswa, yang ditutup sejak bulan Maret 1943. Setelah peristiwa itu Sarino




                             186  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  187
   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202   203