Page 209 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 209

Prijono





               Prijono dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 20 Juli 1905. Ia termasuk tokoh penting dari Partai Murba
               dan pernah menjadi anggota Komite Perdamaian Indonesia. Ia menempuh pendidikan di Universitas
               Leiden dan lebih banyak berada di Eropa. Prijono menyandang gelar profesor setelah menerima gelar
               doktor dalam bidang sastra dan linguistik dari perguruan tinggi ternama di Belanda itu. Harry A. Poeze,
               dalam Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 (2008), menyebutkan bahwa
               Prijono—selain kuliah—aktif memperkenalkan kebudayaan Indonesia di negeri kincir angin khususnya
               dan dunia Eropa pada umumnya. Ia turut serta mendirikan Studentenvereeniging ter Bevordering van
               Indonesische Kunst (SVIK- Persatuan Pelajar/Mahasiswa untuk Memajukan Seni Indonesia) di Belanda
               dan menjadi anggota kehormatan pada Maret 1938.


               Kecintaan Prijono terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya budaya daerah, berlanjut setelah ia
               kembali ke Indonesia. Ia berusaha keras memajukan seni dan budaya daerah, termasuk ketika menjadi
               menteri. Menurut Prijono, kebudayaan daerah yang berkualitas tinggi akan memperkaya kebudayaan
               nasional. Ia  juga  menegaskan bahwa  kesenian bangsa  Indonesia  memang  harus  berupa  kesenian
               nasional dalam rohnya, tetapi dalam bentuknya bisa berupa kesenian daerah.  Rumusan Prijono ini
                                                                                      1
               menandai awal sebuah kebijakan yang menempatkan kesenian daerah sesuai dengan tujuan nasional
               dan perilaku masyarakat Indonesia. Ia menghargai budaya dan kesenian Barat, namun berupaya untuk
               menyingkirkan pengaruh-pengaruh negatifnya seperti yang disebutnya sebagai kesenian yang “penuh
 Masa Jabatan  nuansa seks” serta bermuatan karakter moral rendah.
 9 April 1957 - 28 Maret 1966  Prijono sangat menekankan pentingnya kebudayaan daerah. Kendatipun demikian ia sangat menjunjung


               tinggi  persatuan.  Ia  mengatakan  bahwa  komitmen  pembangunan  budaya  daerah  harus  diarahkan
               untuk bangsa, bukan untuk suku-suku tertentu. “Kita harus, jika mungkin, menghapuskan kesadaran
               kesukuan dan meningkatkan kesadaran manusia ke tingkat bangsa,” tegasnya dalam “Nation Building
               and  Education”.   Oleh  karena  itu  tidak  terlalu  mengherankan  jika  setelah  Indonesia, seperti yang
                              2
               tertulis dalam karya Tod Jones Culture, Power, and Authoritarianism in the Indonesian State (2013), Prijono
               mengabdikan dirinya pada Universitas Indonesia (UI) pada Fakultas Seni, bahkan pernah menjabat
               sebagai Dekan fakultas bersangkutan. Prestasi akademik inilah yang menjadi pertimbangan Presiden
               Soekarno menunjuknya sebagai Menteri Kordinator Pendidikan dan Kebudayaan sejak 14 Maret 1957. 3

               Meskipun sudah mempunyai kesibukan sebagai seorang dosen, ia masih tetap aktif dalam organisasi
               sosial. Di samping aktif dalam Komite Pardamaian Indonesia ia juga aktif dan menjadi Ketua Asosiasi
               Persahabatan Indonesia-Cina periode 1955-1957. Atas aktivitasnya itu pada 18 Desember 1954 Prijono
               dianugerahi The International Stalin Prize for Strengthening Peace Among Peoples (Penghargaan Internasional
               Stalin untuk Memperkuat Perdamaian antar-Manusia) dari pemerintah Uni Soviet. Selain Prijono,
               sederetan  nama  tokoh  dunia  pernah  memperoleh  penghargaan  ini—yang  sejak  1957  berganti  nama
               menjadi nama menjadi The International Lenin Peace Prize—antara lain Pablo Neruda, Pablo Picasso, Nikita
               Khrushchev, Rameshwari Nehru, Kwame Nkrumah, Fidel Castro, Indira Gandhi, dan Nelson Mandela.



               MENJADI MENTERI

               Prijono  pertama  kali menjadi  Menteri PP&K  pada  akhir periode  demokrasi liberal dalam  Kabinet
               Djuanda (9 April 1957–10 Juli 1959). Kebijakan yang dijalankannya selaku menteri pada dasarnya tidak
               jauh berbeda dengan kebijakan yang dijalankan oleh para menteri sebelumnya, yakni bertolak pada
               Undang-undang (UU) Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950. Pada 29 September 1959, misalnya, ia
               membuka kampus Fakultas Sastra “Udayana” Bali sebagai cabang Universitas Airlangga. Fakultas Sastra




 196  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  197
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214