Page 210 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 210
Atas
Menteri Pendidikan
Pengajaran dan
Kebudayaan
(Sumber:
Perpustakaan
Nasional Republik
inilah yang menjadi embrio Universitas Udayana, yang diresmikan berdirinya pada 17 Agustus 1962, Indonesia)
berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP No.104/1962, tanggal 9 Agustus 1962. 4
Tengah
Masa pengabdiannya sebagai Menteri PP&K pada Kabinet Djuanda berakhir dengan Dekrit Presiden Menteri P. D. dan. K.
5 Juli 1959, sekaligus pula mengakhiri masa demokrasi liberal dengan sistem parlementernya. Demikian berpidato di hadapan
Anggota wajib
pula struktur Kementrian PP&K dalam Kabinet Presidensial yang pertama kali dibentuk sejak Dekrit latih di Senayan 15
5 Juli 1959, yaitu Kabinet Kerja I (10 Juli 1959–18 Februari 1960), mengalami perubahan. Kementerian Februari 1962
yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda, yaitu Menteri Muda Bidang Sosial (Sumber:
Perpustakaan
Kulturil, Mentri Muda PP&K, dan Mentri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat. Mentri Muda Sosial Nasional Republik
Indonesia)
Kulturil dipercayakan kepada Dr. Prijono.
Bawah
Perubahan politik sejak Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 secara perlahan juga tampak pada iklim Dari kiri ke kanan,
pendidikan nasional. Perubahan tersebut terutama terletak pada “konsep” tujuan pendidikan nasional. Prof. Sarwono
Prawirohardjo
UU No. 4/1950 dan UU No. 12/1954 menetapkan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran adalah (Ketua MIPI),
“Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Lennart Mattson
(Direktur UNESCO
terhadap kesejahteraan masayarakat dan tanah air” (pasal 3). Setelah itu tujuan dan arah pendidikan Coorporation Office
nasional mengalami pergeseran seiring dengan iklim politik pemerintah Soekarno yang menganut for Southeast Asia),
Prof. Dr. Prijono
sistem demokrasi terpimpin. (Menteri PP dan K),
dan Brigjen Kosasih
Secara politik kharisma Presiden Soekarno pada waktu itu memang sangat kuat, apalagi mendapat (“Pangdan Jawa
Barat)
dukungan kuat pula dari Angkatan Darat, sehingga dekrit dan Manipol menjadi bahan “acuan” bagi (Sumber foto: Berita
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang bersidang pada tahun 1960. Salah satu MIPI, Tahun IV, No.1,
Februari 1960)
produk MPRS, yaitu Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang pendidikan nasional dan kebudayaan,
menunjukkan pengaruh Presiden Soekarno ikut mewarnainya. Ketetapan (Tap) itu, khususnya Bab
II pasal 5, menyatakan, “Menyelenggarakan kebijaksanaan dan sistem pendidikan nasional menuju
ke arah pembentukan tenaga-tenaga ahli dalam pembangunan sesuai dengan syarat-syarat manusia
sosialis Indonesia, yaitu berwatak luhur”. Kemudian pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan, “Melaksanakan
Manipol/USDEK di bidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap
warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak
pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing”. Selanjutnya terkait dengan pendidikan agama, Bab II
pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum mulai
sekolah rendah (SD) sampai universitas, dengan pengertian bahwa murid berhak tidak ikut serta dalam
pendidikan agama jika wali/murid dewasa menyatakan keberatannya.”
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PANCA WARDHANA-PANCACINTA
Prof. Dr. Prijono dapat dikatakan sebagai salah seorang loyalis Presiden Soekarno yang paling setia.
Ketika pada upacara kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 Presiden mencetuskan tentang ditemukannya
kembali revolusi kita (Rediscovery of our Revolution), yang kemudian oleh ketua Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) diberi nama Manifesto Politik (Manipol) serta ditambah dengan kata USDEK (Undang-
undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kerakyatan),
Prijono langsung menanggapi dan mengaitkan Manipol/USDEK dengan program-program pendidikan
di lingkungan kementerian yang dipimpinnya. 5
Waktu penyelenggaraan Musyawarah Besar Kepribadian Nasional di Salatiga, Jawa Tengah, pada
bulan Agustus 1960, Prijono menyatakan bahwa “Kita bisa dan kita harus membentuk identitas
Indonesia modern, yang saya rasa belum terbentuk sedalam dan seluas sebagaimana mestinya, dengan
menggunakan apa yang telah kita warisi dari nenek moyang kita, dengan cara yang konsisten, dengan
Manifesto Politik dan USDEK”. Dengan cara ini, tambahnya, “identitas Indonesia modern akan menjadi
identitas nasional Indonesia yang karakteristiknya diterima secara luas dan yang jiwanya sosialis.” 6
198 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 199