Page 215 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 215

Menteri P. D. & K.                                                                                          Menteri P.P dan
 menerima kunjungan                                                                                          K, Prof. Prijono
 Menteri Kebudayaan                                                                                          menghadiri acara
 USSR pada tanggal                                                                                           penyambutan secara
 29 Februari 1960                                                                                            adat di Kutaraja
 (Sumber:                                                                                                    (Sumber:
 Perpustakaan                                                                                                Perpustakaan
 Nasional Republik                                                                                           Nasional Republik
 Indonesia)                                                                                                  Indonesia)

























 penghapusan pembagian itu maka para peserta didik merasa sederajat dengan sesama temannya tanpa   PGRI dengan membentuk dan mengajukan calon tandingan. Namun upaya itu tidak berhasil karena
 memandang latar belakang kehidupan keluarganya.  Subiyadinata tetap terpilih sebagai Ketua Umum PGRI

 Dalam kurikulum Gaya Baru untuk tingkat sekolah menengah ada penambahan mata pelajaran baru, yaitu   Upaya Soebandri dkk. menyingkirkan Subiandinata dari tampuk pimpinan PGRI tidak hilang begitu saja.
 Ilmu Administrasi dan Kesejahteraan Keluarga. Kedua mata pelajaran baru itu bertujuan agar peserta didik   Tiga tahun kemudian, pada Kongres X PGRI yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1962, Soebandri
 mempunyai bekal sewaktu terjun bermasyarakat. Sementara itu pendidikan untuk tingkat Sekolah Taman   dkk. mengedarkan selebaran yang isinya menyebutkan M.E. Subiyadinata anti Manipol/USDEK. Selebaran
 Kanak-kanak dan Sekolah Dasar menekankan nilai-nilai dalam masyarakat dan masyarakat pulalah yang   itu  ditandatangani  oleh  14  orang.  Keempatbelas  orang  penandatangan  selebaran  itu  dituduh  sebagai
 menentukan isi bahan pelajaran serta arah yang harus dikembangkan, dengan catatan tidak bertentangan   fitnah, sehingga kemudian ditangkap dan ditahan oleh aparat keamanan. Namun Subiyadinata memohon
 dengan filsafat dan dasar negara. Dengan kata lain peserta didik harus menjadi manusia Pancasila yang   kepada para petugas untuk membebaskan mereka pulang ke daerah masing-masing. Peristiwa itu rupanya
 bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat adil dan makmur. 11  berpengaruh kepada kongres, yang akhirnya menyepakati masuknya Pancasila dan Manipol/USDEK sebagai
               dasar PGRI. Meskipun sudah dicapai kesepakatan untuk mencantumkan Pancasila–Manipol dan USDEK

 PGRI DAN RETOOLING APARATUR PP DAN K  dalam anggaran dasar PGRI, para penandatangan selebaran fitnah di bawah kordinator Soebandri tetap
               berupaya menguasai organisasi guru sehingga perpecahan di tubuh PGRI tidak terhindarkan. Dasar dari
 Salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu sistem pendidikan   perpecahan itu memang sangat prinsipil. Kelompok atau kubu Subiyadinata melihat aksi-aksi Soebandri
 adalah faktor guru. Di Indonesia pada masa itu jumlah guru relatif masih jauh dari mencukupi,   dkk. dengan dalih machtsvorming en macthsaanwending ‘pembentukan kekuatan dan penggunaan kekuatan’
 apalagi jika yang dibutuhkan guru yang sesuai kompetensi keilmuan dengan mata pelajaran yang   sangat mengancam keselamatan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 dan generasi baru. Perpecahan
 diampu. Upaya untuk menambah jumlah guru yang kompeten di bidangnya telah diupayakan   di kalangan guru dinilai akan berdampak pula pada para peserta didik. Kubu Subiyadinata mengatakan
 oleh beberapa Menteri PP&K, seperti Menteri Bahder Djohan, Menteri Muhammad Yamin, dan   bahwa ancaman terhadap cita-cita proklamasi itu antara lain datang melalui sistem pendidikan Pancacinta
 Menteri Suwandi Notokoesoemo. Walaupun pada masa itu banyak pelajar yang enggan memilih   dan Pancatinggi yang digagas oleh PKI.
 profesi sebagai guru sekolah, namun status dan peran guru ternyata cukup menarik bagi organisasi
 politik dan serikat buruh, khususnya dalam menguasai bidang/jalur pendidikan. Banyak politisi dan   Kubu Soebandri menunjuk Abdullah S Soepardi dan Goldfriend Macam menjadi calon ketua dan wakil
 praktisi  mencoba  menjadi  anggota  organisasi  Persatuan  Guru  Republik  Indonesia  (PGRI)  atau   ketua pada pemilihan Pengurus Besar PGRI. Goldfriend Macam akhirnya dikeluarkan dari pencalonan
 sebagai organisasi buruh. Hal ini terlihat sejak pertengahan dasawarsa 1950-an, terutama pasca   karena diprotes oleh sebagian besar peserta. Sebagai catatan, Macam merupakan satu di antara
 Pemilihan Umum tahun 1955. Oleh karena itu semenjak Kongres VIII PGRI tahun 1956 di Bandung   penandatanganan selebaran “fitnah”. Pemilihan Ketua PB PGRI akhirnya berjalan sesuai agenda dan
 kegiatan dan perjuangan PGRI mulai dibina kembali. Para pimpinan Pengurus Besar (PB) PGRI   ME Subiyadinata terpilih sebagai Ketua Umum PB PGRI. Pada bulan-bulan pertama PGRI mengalami
 waktu itu berusaha meyakinkan berbagai kekuatan politik dan serikat buruh, bahwa PGRI bukan   kesulitan besar, terutama karena kekurangan dana (disabot pengurus PGRI yang pro PKI). Meskipun
 serikat buruh karena jabatan guru secara hakiki berbeda dan tidak bisa disamakan dengan jabatan   demikian kegiatan PGRI dalam upaya memperjuangkan nasib para guru tetap berjalan.
 buruh murni.
               Untuk memperkuat citra di kalangan masyarakat pada bulan Februari 1963 PKI menyelenggarakan
 Meskipun demikian upaya menarik PGRI menjadi bagian dari satu kekuatan politik tetap berjalan,   “Seminar Pendidikan Pengabdi Manipol”. Kemudian pada tanggal 17 Juli 1963 lima partai politik (parpol),
 bahkan upaya itu disertai pula dengan praktik memecah belah atau mengadu domba para pengurus   dengan sekitar 40 organisasi masyarakat binaannya, menyelenggarakan musyawarah “Penegasan
 PB PGRI. Praktik adu domba atau memecah belah semakin jelas sejak Kongres IX PGRI yang   Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan Nasional”. Pengurus PB PGRI ikut sebagai salah satu peserta
 diselenggarakan di Surabaya pada bulan Oktober/November 1959. Pada kongres itu sekelompok guru   musyawarah tersebut. Ada yang menyebutkan bahwa musyawarah ini diselenggarakan sebagai reaksi
 di bawah pimpinan Soebandri berupaya mengagalkan M.E. Subiyadinata terpilih sebagai Ketua Umum   terhadap seminar yang diselenggarakan oleh PKI pada bulan Februari 1963.




 202  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  203
   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220