Page 270 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 270
Pelantikan Kabinet
Dwikora 24 Februari
1966
(Sumber: Istimewa)
dengan perjuangan Angkatan 66 melalui aksi mewujudkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yakni (1)
bubarkan PKI, (2) turunkan harga, dan (3) reshuffle kabinet. Upaya reshuffle Kabinet Dwikora pada
21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
menganggap di dalam kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang dianggap terlibat dalam peristiwa
G 30 S/PKI.
Pada tanggal 18 Maret 1966 Soeharto “mengamankan” 15 orang menteri yang dinilai tersangkut G 30
S/PKI dan diragukan etika baiknya (Nina Herlina, 2011: 61). Mereka itu sebagai berikut.
1. Dr. Subandrio (Wakil PM I, Menteri Departemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/
Hubungan Ekonomi Luar Negeri)
2. Dr. Chaerul Saleh (Wakil PM III, Ketua MPRS)
3. Ir. Setiadi Reksoprodjo (Menteri Urusan Listrik dan Ketenagaan)
4. Sumardjo (Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan)
5. Oei Tju Tat, S.H. (Menteri Negara diperbantukan kepada presidium kabinet)
6. Ir. Surachman (Menteri Pengairan dan Pembangunan Desa)
langkah nyata dalam posisinya sebagai menteri. Kabinet ini dibubarkan pada tanggal 27 Maret 1966 dan 7. Jusuf Muda Dalam (Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Negara Indonesia)
limabelas anggota kabinet, termasuk Soemardjo, ditahan.
8. Armunanto (Menteri Pertambangan)
9. Sutomo Martopradoto (Menteri Perburuhan)
PENAHANAN SOEMARDJO 10. A. Astrawinata, S.H. (Menteri Kehakiman)
11. Mayjen Achmadi (Menteri Penerangan di bawah presidium cabinet)
Pada saat berlangsung sidang kabinet pada bulan Maret 1966 dengan dipimpin oleh Presiden Soekarno,
Panglima Pasukan Pengawal Presiden (Tjakrabirawa) Brigadir Jenderal (Brigjen) Sabur melaporkan 12. Drs. Moh. Achadi (Menteri Transmigrasi dan Koperasi)
bahwa banyak “pasukan liar” atau “pasukan tak dikenal”—yang belakangan diketahui adalah Pasukan 13. Letkol. Imam Sjafei (Menteri Khusus Urusan Pengamanan)
Kostrad di bawah pimpinan Mayor Jenderal (Mayjen) Kemal Idris yang bertugas menahan orang- 14. J.K. Tumakaka (Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional)
orang dalam kabinet karena diduga terlibat G 30 S/PKI—di antaranya Wakil Perdana Menteri (PM) 15. Mayjen Dr. Soemarno (Menteri/Gubernur Jakarta Raya)
I Soebandrio. Mendapat laporan tersebut Presiden Soekarno bersama Wakil PM I Soebandrio dan Tidak ada keterangan jelas dari pemerintah tentang penahanan Soemardjo, namun—menurut Asvi
Wakil PM III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor. Warman Adam (2011:118)—ia dituduh menyusun kurikulum pendidikan dan “menyesatkan”.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat, yang menggantikan
Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI. Mayjen Soeharto saat PEMIKIRAN TENTANG KEBUDAYAAN
itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. Ia kemudian memerintahkan tiga orang perwira tinggi
Angkatan Darat (AD) menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor. Mereka itu adalah Brigjen M. Meskipun Soemardjo belum sempat menjalankan tugasnya sebagai Menteri Pendidikan Dasar
Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan Brigjen Basuki Rahmat. Pada malam harinya, setiba di Istana Bogor, dan Kebudayaan secara maksimal karena situasi politik yang mengakhiri jabatannya secara paksa,
ketiga perwira tinggi AD itu berbicara dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi. Ketiga namun ia memiliki beberapa rencana penting dalam pembangunan kebudayaan Indonesia dan telah
perwira itu juga menyatakan bahwa Mayjen Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan disampaikannya kepada Presiden Soekarno. Barangkali karena pemikiran-pemikiran itu ia ditunjuk oleh
keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk Presiden Soekarno sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Bersama beberapa tokoh lain
mengambil tindakan. Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah surat perintah yang ditujukan kepada yang aktif di Lekra, khususnya Nyoto, Soemardjo diminta Presiden Soekarno merumuskan kebijakan
Mayjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu dalam rangka tentang kebudayaan nasional Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang dipaparkan berikut tentu pemikiran
memulihkan keamanan dan ketertiban. Surat yang ditandatangani pada tanggal 11 Maret itu kemudian kolektif, namun tidak dapat dimungkiri bahwa Soemardjo memiliki sumbangan besar dalam gagasan
dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang sampai di tangan Mayjen Soeharto Kebudayaan Nasional Indonesia (wawancara dengan Hersri Setiawan, 2018). Rumusan pemikiran
tanggal 12 Maret 1966 dini hari (A. Pambudi, 2016). tentang kebudayaan yang disampaikan kepada Presiden Soekarno pada tanggal 12 Oktober 1959 melalui
Sebagai pengemban Supersemar Mayjen Soeharto segera mengambil tindakan untuk menata kembali sekretaris Joebar Ajoeb (BPLEKRA, 1960: 71-75) itu meliputi lima unsur pokok untuk membendung
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar kebudayaan imperialis Barat dan membantu para pekerja kebudayaan nasional Indonesia secara
(UUD) 1945. Pada tanggal 12 Maret 1966 ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran demokratis dan kerakyatan, yaitu (1) lapangan film, (2) lapangan musik, (3) perkembangan taman-taman
dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya kebudayaan, (4) pendidikan kebudayaan, dan (5) kesusastraan. Pada kelima lapangan inilah, menurut
beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Soemardjo, dominasi kebudayaan imperialis sangat menekan perkembangan kebudayaan nasional kita
Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran dan sangat merusak moral revolusi yang seharusnya tumbuh berkembang pada pemuda dan pelajar
PKI beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat, karena sesuai serta sebagian masyarakat di kota besar.
258 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 259