Page 271 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 271

Pelantikan Kabinet
 Dwikora 24 Februari
 1966
 (Sumber: Istimewa)


               dengan perjuangan Angkatan 66 melalui aksi mewujudkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yakni (1)
               bubarkan PKI, (2) turunkan harga, dan (3) reshuffle kabinet. Upaya reshuffle Kabinet Dwikora pada
               21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
               menganggap di dalam kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang dianggap terlibat dalam peristiwa
               G 30 S/PKI.

               Pada tanggal 18 Maret 1966 Soeharto “mengamankan” 15 orang menteri yang dinilai tersangkut G 30
               S/PKI dan diragukan etika baiknya (Nina Herlina, 2011: 61). Mereka itu sebagai berikut.

                     1.  Dr. Subandrio (Wakil PM I, Menteri Departemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/
                        Hubungan Ekonomi Luar Negeri)
                     2.  Dr. Chaerul Saleh (Wakil PM III, Ketua MPRS)
                     3.  Ir. Setiadi Reksoprodjo (Menteri Urusan Listrik dan Ketenagaan)
                     4.  Sumardjo (Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan)
                     5.  Oei Tju Tat, S.H. (Menteri Negara diperbantukan kepada presidium kabinet)
                     6.  Ir. Surachman (Menteri Pengairan dan Pembangunan Desa)
 langkah nyata dalam posisinya sebagai menteri. Kabinet ini dibubarkan pada tanggal 27 Maret 1966 dan   7.  Jusuf Muda Dalam (Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Negara Indonesia)
 limabelas anggota kabinet, termasuk Soemardjo, ditahan.
                     8.  Armunanto (Menteri Pertambangan)
                     9.  Sutomo Martopradoto (Menteri Perburuhan)
 PENAHANAN SOEMARDJO  10. A. Astrawinata, S.H. (Menteri Kehakiman)
                     11. Mayjen Achmadi (Menteri Penerangan di bawah presidium cabinet)
 Pada saat berlangsung sidang kabinet pada bulan Maret 1966 dengan dipimpin oleh Presiden Soekarno,
 Panglima  Pasukan Pengawal Presiden (Tjakrabirawa) Brigadir Jenderal (Brigjen) Sabur melaporkan   12. Drs. Moh. Achadi (Menteri Transmigrasi dan Koperasi)
 bahwa banyak “pasukan liar” atau “pasukan tak dikenal”—yang belakangan diketahui adalah Pasukan   13. Letkol. Imam Sjafei (Menteri Khusus Urusan Pengamanan)
 Kostrad  di bawah  pimpinan  Mayor  Jenderal (Mayjen) Kemal Idris  yang  bertugas  menahan  orang-  14. J.K. Tumakaka (Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional)
 orang dalam kabinet karena diduga terlibat G 30 S/PKI—di antaranya Wakil Perdana Menteri (PM)   15. Mayjen Dr. Soemarno (Menteri/Gubernur Jakarta Raya)
 I Soebandrio. Mendapat laporan tersebut Presiden Soekarno bersama Wakil PM I Soebandrio dan   Tidak ada keterangan jelas dari pemerintah tentang penahanan Soemardjo, namun—menurut Asvi
 Wakil PM III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor.   Warman Adam (2011:118)—ia dituduh menyusun kurikulum pendidikan dan “menyesatkan”.

 Situasi ini dilaporkan kepada Mayjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat, yang menggantikan
 Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI. Mayjen Soeharto saat   PEMIKIRAN TENTANG KEBUDAYAAN
 itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. Ia kemudian memerintahkan tiga orang perwira tinggi
 Angkatan Darat (AD) menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor. Mereka itu adalah Brigjen M.   Meskipun Soemardjo  belum sempat menjalankan tugasnya sebagai Menteri Pendidikan Dasar
 Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan Brigjen Basuki Rahmat. Pada malam harinya, setiba di Istana Bogor,   dan Kebudayaan secara  maksimal karena  situasi politik yang  mengakhiri jabatannya  secara  paksa,
 ketiga perwira tinggi AD itu berbicara dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi. Ketiga   namun ia memiliki beberapa rencana penting dalam pembangunan kebudayaan Indonesia dan telah
 perwira itu juga menyatakan bahwa Mayjen Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan   disampaikannya kepada Presiden Soekarno. Barangkali karena pemikiran-pemikiran itu ia ditunjuk oleh
 keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk   Presiden Soekarno sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Bersama beberapa tokoh lain
 mengambil tindakan. Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah surat perintah yang ditujukan kepada   yang aktif di Lekra, khususnya Nyoto, Soemardjo diminta Presiden Soekarno merumuskan kebijakan
 Mayjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu dalam rangka   tentang kebudayaan nasional Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang dipaparkan berikut tentu pemikiran
 memulihkan keamanan dan ketertiban. Surat yang ditandatangani pada tanggal 11 Maret itu kemudian   kolektif, namun tidak dapat dimungkiri bahwa Soemardjo memiliki sumbangan besar dalam gagasan
 dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang sampai di tangan Mayjen Soeharto   Kebudayaan Nasional Indonesia (wawancara dengan Hersri Setiawan, 2018). Rumusan pemikiran
 tanggal 12 Maret 1966 dini hari (A. Pambudi, 2016).  tentang kebudayaan yang disampaikan kepada Presiden Soekarno pada tanggal 12 Oktober 1959 melalui


 Sebagai pengemban Supersemar Mayjen Soeharto segera mengambil tindakan untuk menata kembali   sekretaris Joebar Ajoeb (BPLEKRA, 1960: 71-75) itu meliputi lima unsur pokok untuk membendung
 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar   kebudayaan imperialis Barat dan membantu para pekerja kebudayaan nasional Indonesia secara
 (UUD) 1945. Pada tanggal 12 Maret 1966 ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran   demokratis dan kerakyatan, yaitu (1) lapangan film, (2) lapangan musik, (3) perkembangan taman-taman
 dan larangan PKI beserta  ormas-ormasnya  yang  bernaung  dan berlindung  atau senada  dengannya   kebudayaan, (4) pendidikan kebudayaan, dan (5) kesusastraan. Pada kelima lapangan inilah, menurut
 beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan   Soemardjo, dominasi kebudayaan imperialis sangat menekan perkembangan kebudayaan nasional kita
 Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran   dan sangat merusak moral revolusi yang seharusnya tumbuh berkembang pada pemuda dan pelajar
 PKI beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat, karena sesuai   serta sebagian masyarakat di kota besar.




 258  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  259
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276