Page 290 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 290
Mohammad Said Reksohadiprodjo
PERGUMULAN DAN DINAMIKA KEHIDUPAN
Mohammad Said lahir di Purworejo pada hari Sabtu Pahing, 21 Januari 1917, dengan nama Bambang
Sonyo Sudarmo, berasal dari kalangan priyayi dan ulama. Kakeknya, Raden Tumenggung Reksodirdjo,
Bupati Semarang, yang dari garis ayah masih keturunan Kyaiageng Pandanaran, bupati Semarang
pertama sekaligus mubaligh Islam pertama keturunan Arab di Semarang. Dari garis keturunan ibu,
ia cucu Surodiredjo, Bupati Batang, dan cicit Kyai Bustam Kertoboso I yang masih keturunan Arab
yang bernama lengkap Sayid Abdullah Muhammad Bustam bin Amir Husen Al Idris. Adapun neneknya
merupakan keturunan Mangkunegoro I dan Bupati Semarang, R.A.A. Suroadimenggolo I.
1
Ayah Moh. Said bernama Raden Mas Reksohadiprodjo, Wedana Karanganyar. Ia memiliki tiga orang
istri. Istri pertama puteri bupati Purworejo, namun mereka tidak memiliki anak sehingga mengangkat
Iso, anak kemenakannya, dan berharap segera mendapatkan keturunan. Raden Mas Reksohadiprodjo
2
menikah dengan Murtinem (ibu sepuh), namun juga tidak dikaruniai anak. Raden Mas Reksohadiprodjo
kemudian menikah dengan Surtiah (ibu nom) dan dikaruniai tujuh orang anak. Bersama Murtinem pun
ia kemudian memiliki lima orang anak, dengan Moh. Said sebagai bungsu.
3
Di samping priyayi dan ulama, keluarga Moh. Said juga merupakan keluarga berpendidikan dan memiliki
jiwa nasionalisme. Cicitnya, Kyai Bustam Kertoboso I, memiliki kemampuan bahasa asing yang baik. Dengan
Masa Jabatan jabatan yang dimilikinya sebagai Onder Regent (Pembantu Bupati), ia menjadi juru bahasa dalam hubungan
27 Maret - 25 Juli 1966 diplomatik antara VOC dan Kerajaan Mataram. Adapun Raden Mas Reksohadiprodjo, ayah Moh. Said,
memperoleh kesempatan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) hingga Hogere Burger School
(HBS). Setelah lulus dari HBS ia diarahkan oleh ayahnya menjadi bupati. Pertama-tama ia menjadi wedana di
1
Karanganyar, namun ia sering berselisih dengan Asisten Residen Karanganyar van der Hel karena sikap Raden
Mas Reksohadiprodjo yang menolak menindas para petani. Pada tahun 1912 ia dipecat dan memilih memberi
pendidikan bagi masyarakyat pribumi dengan mendirikan Hollandse Cursus De Vooruitgang di rumahnya,
Purworejo. Sekolah atau kursus pelajaran bahasa Belanda tersebut berkembang di kota-kota lain, seperti
Kutoarjo, Solo, Klaten, dan Wonogiri; bahkan mendapat dukungan Mangkunegoro VII.
Latar belakang keluarga berpengaruh banyak pada kehidupan Moh. Said. Ia dibesarkan di Purworejo
saat ayahnya aktif memberi kursus bahasa Belanda. Moh. Said kecil dididik oleh ayahnya dengan
pendidikan Islam, Jawa, Barat, serta nasionalisme dengan kuat. Sebagai keturunan priyayi, Moh. Said
4
dapat menikmati pendidikan yang setara dengan orang Eropa. Sekolah pertamanya ELS Purworejo.
Ketika bersekolah ia aktif mengikuti organisasi kepanduan yang didirikan Budi Utomo. Pada umurnya
yang ke 12 tahun, Moh. Said lulus ELS dengan nilai bahasa Belanda terbaik. Ia kemudian melanjutkan
pendidikan ke HBS Semarang. Di Semarang ia tinggal bersama kakak angkatnya, Moh. Iso, di Karang
Tempel. Pada tahun 1934 Moh. Said lulus dengan nilai memuaskan di sekolah dengan sistem pendidikan
yang sama dengan sekolah di Belanda tersebut. Kemampuan bahasa Belanda yang sangat baik membuat
5
guru bahasa Belandanya, Jeffrouw M.J. Francken, kagum dan memberi arahan dan beasiswa untuk
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Moh. Said pun kemudian memilih bersekolah di sekolah
6
tinggi kedokteran atau Geneeskundige Hogeschool (GHS) di Batavia pada tahun 1934.
Di GHS ia mampu mengikuti pelajaran dengan sangat baik. Pada tahun ke tiga ia mengalami perdebatan
ideologi dalam dirinya. Ia ingin menjadi manusia merdeka, tidak bergantung dan berhutang budi
pada gurunya, Jeffrouw M.J. Francken. Oleh karena itu pada tahun 1937 ia memilih keluar dari GHS.
Keluarga dan gurunya sangat kecewa terhadap keputusan Moh. Said. Dalam masa-masa pencarian diri
1
278 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 279