Page 292 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 292

Atas
                          Ayah dan ibu Moh.
                          Said: Raden Mas
                          Reksohadiprodjo dan
                          Murtinem
                          (Sumber: Repro
                          buku Mohammad
                          Said Reksohadiprodjo,                                                                                                                   ia bertemu Adnan Dipodiputro di rumah Singgih di daerah Sunter, Jakarta. Di situlah perjalanan Moh.
                          Hasil Karya dan                                                                                                                         Said yang baru pun dimulai.
                          Pengabdiannya)


                          Tengah
                          Keluarga besar
                          Raden Mas                                                                                                                                          “Mohammad  Said  menjadi  penganggur.  Saya  tawarkan
                          Reksohadiprodjo.                                                                                                                                   kepadanya apakah  suka terjun di  Taman Siswa yang
                          Moh. Said berdiri di
                          ujung kanan                                                                                                                                        diterimanya dengan penuh  antusiasme  tanpa banyak
                          (Sumber: Repro
                          buku Mohammad                                                                                                                                      pembicaraan.  Ki  Mangunsarkoro  memutuskan  menetapkan
                          Said Reksohadiprodjo,
                          Hasil Karya dan                                                                                                                                    Mohammad Said sebagai guru Taman Siswa.”           7
                          Pengabdiannya)

                          Bawah
                          Moh. Said
                          (memangku anak)                                                                                                                         Seperti itulah Adnan Dipodiputro menjelaskan awal mula masuknya Moh. Said ke Taman Siswa Jakarta
                          saat tinggal di rumah                                                                                                                   di bawah pimpinan Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Moh. Said menjadikan Taman Siswa sebagai medan
                          Iso di Semarang
                          (Sumber: Repro                                                                                                                          perjuangan dan pengabdian. Ia tinggal di Sunter bersama para siswanya. Seiring perjalanan waktu Moh.
                          buku Mohammad                                                                                                                           Said kemudian mendirikan asrama Taman Siswa yang diberi nama Soli Deo Honor (SDH) di Sunter,
                          Said Reksohadiprodjo,                                                                                                                                                                                8
                          Hasil Karya dan                                                                                                                         yang kemudian pindah ke Kemayoran Gempol, lalu ke Jl. Garuda 71.  Dengan nafkah seorang pamong
                          Pengabdiannya)                                                                                                                          bujangan dari Taman Siswa sebesar f 15 yang didapatkan setiap bulan Moh. Said menghidupi siswa-
                                                                                                                                                                  siswanya. Mereka berasal dari anak-anak berbagai daerah dan suku yang ditelantarkan oleh orang tua
                                                                                                                                                                  mereka. Di dalam asrama mereka hidup bekerja sama dengan bebas dan tertib. 9

                                                                                                                                                                  Pada tahun 1940 Moh. Said melanjutkan pendidikan di Fakultas Sastra sambil tetap mengajar di Taman
                                                                                                                                                                  Siswa. Ia memperdalam kemampuan bahasa yang dimiliki, salah satunya bahasa Jepang. Oleh karena itu
                                                                                                                                                                  ia berbahasa aktif bahasa-bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman, serta menguasai bahasa Rusia,
                                                                                                                                                                  Jepang, dan Cina secara pasif. Ia juga sempat mempelajari bahasa Spanyol, Portugis, dan Arab.
                                                                                                                                                                                                                                                     10
                                                                                                                                                                  Masa pendudukan Jepang hingga masa Revolusi menjadi masa-masa yang sulit bagi Moh. Said dan
                                                                                                                                                                  Taman Siswa. Pada pertengahan tahun 1942, saat Jepang menduduki wilayah kekuasaan pemerintah
                                                                                                                                                                  Hindia  Belanda, keadaan berubah. Moh. Said  tidak dapat melanjutkan pendidikan karena terjadi
                                                                                                                                                                  peralihan sistem kekuasaan dan mengakibatkan kondisi yang tidak menentu. Hal tersebut berpengaruh
                                                                                                                                                                  pada keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di Taman Siswa. Banyak pamong yang mengungsi ke
                                                                                                                                                                  pedalaman. Di sisi lain internal Taman Siswa Jakarta menghadapi perpecahan karena ada konflik antara
                                                                                                                                                                  pamong muda dan pamong tua yang mengakibatkan perubahan kepemimpinan. Kedudukan kepala
                                                                                                                                                                  sekolah diserahkan oleh Ki Mangunsarkoro kepada Moh. Sukamto, sedangkan Moh. Said menjabat
                                                                                                                                                                  sebagai wakil. Sementara itu Taman Dewasa dan Taman Madya dibubarkan pemerintah Jepang. Bahasa
                                                                                                                                                                  asing selain bahasa Jepang pun dilarang diajarkan kepada siswa. Moh. Said tidak patah semangat. Berkat
                                                                                                                                                                  dukungan Mara Sutan—salah satu pamong yang masih bertahan—dan para siswa, Taman Siswa Jakarta
                                                                                                                                                                  tetap bertahan. Untuk menyiasati peraturan yang dikeluarkan pemerintah Jepang, hal-hal yang dilarang
                                                                                                                                                                  diajarkan di Taman Siswa diajarkan dalam kursus di luar jam sekolah. Perjuangan kembali dilakukan
                                                                                                                                                                  oleh Moh. Said di dalam Taman Siswa pada masa revolusi. Taman Siswa dijadikan sebagai salah satu
                                                                                                                                                                  markas para pelajar yang siap bergerilya, tetapi diketahui oleh tentara Sekutu sehingga mengakibatkan
                                                                                                                                                                                                    11
                                                                                                                                                                  Moh. Said harus keluar masuk penjara.
                                                                                                                                                                  Moh. Said mengakhiri masa lajang pada usia 39 tahun. Ia menikah dengan Sugiarti yang merupakan
                                                                                                                                                                  tetangga masa kecilnya di Purworejo. Mereka bertemu kembali saat Moh. Said menghadiri Kongres
                                                                                                                                                                  Kebudayaan di Sala pada tahun 1954. Saat itu Sugiarti guru Sekolah Guru B Negeri Salatiga. Ayahnya, R.
                                                                                                                                                                  Darsono, pegawai kereta api SS-Staat Spoor di Bandung, sedangkan ibunya bernama Setyowati. Sugiarti
                                                                                                                                                                  lahir di Bandung pada 19 Desember 1932 atau selisih 15 tahun dengan Moh.Said. Mereka menikah pada
                                                                                                                                                                  9 Juli 1956. Pasangan pengantin batu tersebut kemudian tinggal di paviliun Taman Siswa, Jl. Garuda 25




                             280  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  281
   287   288   289   290   291   292   293   294   295   296   297