Page 293 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 293

Atas
 Ayah dan ibu Moh.
 Said: Raden Mas
 Reksohadiprodjo dan
 Murtinem
 (Sumber: Repro
 buku Mohammad
 Said Reksohadiprodjo,   ia bertemu Adnan Dipodiputro di rumah Singgih di daerah Sunter, Jakarta. Di situlah perjalanan Moh.
 Hasil Karya dan   Said yang baru pun dimulai.
 Pengabdiannya)


 Tengah
 Keluarga besar
 Raden Mas                 “Mohammad  Said  menjadi  penganggur.  Saya  tawarkan
 Reksohadiprodjo.          kepadanya apakah  suka terjun di  Taman Siswa yang
 Moh. Said berdiri di
 ujung kanan               diterimanya dengan penuh  antusiasme  tanpa banyak
 (Sumber: Repro
 buku Mohammad             pembicaraan.  Ki  Mangunsarkoro  memutuskan  menetapkan
 Said Reksohadiprodjo,
 Hasil Karya dan           Mohammad Said sebagai guru Taman Siswa.”          7
 Pengabdiannya)

 Bawah
 Moh. Said
 (memangku anak)   Seperti itulah Adnan Dipodiputro menjelaskan awal mula masuknya Moh. Said ke Taman Siswa Jakarta
 saat tinggal di rumah   di bawah pimpinan Ki Sarmidi Mangunsarkoro. Moh. Said menjadikan Taman Siswa sebagai medan
 Iso di Semarang
 (Sumber: Repro   perjuangan dan pengabdian. Ia tinggal di Sunter bersama para siswanya. Seiring perjalanan waktu Moh.
 buku Mohammad   Said kemudian mendirikan asrama Taman Siswa yang diberi nama Soli Deo Honor (SDH) di Sunter,
 Said Reksohadiprodjo,                                                      8
 Hasil Karya dan   yang kemudian pindah ke Kemayoran Gempol, lalu ke Jl. Garuda 71.  Dengan nafkah seorang pamong
 Pengabdiannya)  bujangan dari Taman Siswa sebesar f 15 yang didapatkan setiap bulan Moh. Said menghidupi siswa-
               siswanya. Mereka berasal dari anak-anak berbagai daerah dan suku yang ditelantarkan oleh orang tua
               mereka. Di dalam asrama mereka hidup bekerja sama dengan bebas dan tertib. 9

               Pada tahun 1940 Moh. Said melanjutkan pendidikan di Fakultas Sastra sambil tetap mengajar di Taman
               Siswa. Ia memperdalam kemampuan bahasa yang dimiliki, salah satunya bahasa Jepang. Oleh karena itu
               ia berbahasa aktif bahasa-bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman, serta menguasai bahasa Rusia,
               Jepang, dan Cina secara pasif. Ia juga sempat mempelajari bahasa Spanyol, Portugis, dan Arab.
                                                                                                   10
               Masa pendudukan Jepang hingga masa Revolusi menjadi masa-masa yang sulit bagi Moh. Said dan
               Taman Siswa. Pada pertengahan tahun 1942, saat Jepang menduduki wilayah kekuasaan pemerintah
               Hindia  Belanda, keadaan berubah. Moh. Said  tidak dapat melanjutkan pendidikan karena terjadi
               peralihan sistem kekuasaan dan mengakibatkan kondisi yang tidak menentu. Hal tersebut berpengaruh
               pada keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di Taman Siswa. Banyak pamong yang mengungsi ke
               pedalaman. Di sisi lain internal Taman Siswa Jakarta menghadapi perpecahan karena ada konflik antara
               pamong muda dan pamong tua yang mengakibatkan perubahan kepemimpinan. Kedudukan kepala
               sekolah diserahkan oleh Ki Mangunsarkoro kepada Moh. Sukamto, sedangkan Moh. Said menjabat
               sebagai wakil. Sementara itu Taman Dewasa dan Taman Madya dibubarkan pemerintah Jepang. Bahasa
               asing selain bahasa Jepang pun dilarang diajarkan kepada siswa. Moh. Said tidak patah semangat. Berkat
               dukungan Mara Sutan—salah satu pamong yang masih bertahan—dan para siswa, Taman Siswa Jakarta
               tetap bertahan. Untuk menyiasati peraturan yang dikeluarkan pemerintah Jepang, hal-hal yang dilarang
               diajarkan di Taman Siswa diajarkan dalam kursus di luar jam sekolah. Perjuangan kembali dilakukan
               oleh Moh. Said di dalam Taman Siswa pada masa revolusi. Taman Siswa dijadikan sebagai salah satu
               markas para pelajar yang siap bergerilya, tetapi diketahui oleh tentara Sekutu sehingga mengakibatkan
                                                  11
               Moh. Said harus keluar masuk penjara.
               Moh. Said mengakhiri masa lajang pada usia 39 tahun. Ia menikah dengan Sugiarti yang merupakan
               tetangga masa kecilnya di Purworejo. Mereka bertemu kembali saat Moh. Said menghadiri Kongres
               Kebudayaan di Sala pada tahun 1954. Saat itu Sugiarti guru Sekolah Guru B Negeri Salatiga. Ayahnya, R.
               Darsono, pegawai kereta api SS-Staat Spoor di Bandung, sedangkan ibunya bernama Setyowati. Sugiarti
               lahir di Bandung pada 19 Desember 1932 atau selisih 15 tahun dengan Moh.Said. Mereka menikah pada
               9 Juli 1956. Pasangan pengantin batu tersebut kemudian tinggal di paviliun Taman Siswa, Jl. Garuda 25




 280  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  281
   288   289   290   291   292   293   294   295   296   297   298