Page 304 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 304
Mohammad Sanusi Hardjadinata
Mohammad Sanusi Hardjadinata adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (RI)
dalam Kabinet Ampera pada masa awal Orde Baru, menggantikan Dr. Sarino Mangunpranoto. Ia
menjabat selama 1 tahun, terhitung mulai 11 Oktober 1967 hingga 6 Juni 1968.
RIWAYAT HIDUP
Sanusi anak laki-laki satu-satunya dari empat bersaudara. Ia lahir di Desa Cinta Manik, Kecamatan
Sukaweni, Kabupaten Garut, pada tanggal 24 Juni 1914. Ayahnya bernama Winatadidjaja, seorang kepala
desa. Dari pernikahan ayah dengan ibu kandungnya, Taswi, ia memiliki dua saudari kandung, yaitu Siti
Atika dan Siti Dohaya; sementara dari pernikahan ayahnya dengan Fatimah ia memiliki seorang saudari,
Siti Naga. 1
Pada tahun 1922, saat umurnya delapan tahun, Sanusi bersekolah di Sekolah Rakyat (Vervolgschool) di
Sukamanah, Bogor. Beberapa tahun kemudian ia pindah ke Holland Indische School (HIS) di Garut. Pada
tahun 1930, setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO, setara sekolah menengah pertama), dan kemudian ke Holland Inlandsche Kweekschool (HIK),
sekolah pendidikan guru di Tasikmalaya, dan lulus pada tahun 1936. 2
Masa Jabatan Setamat dari HIK, Sanusi bekerja sebagai guru di HIS Muhammadiyah di Jl. Kramat, Jakarta. Ia
11 Oktober 1967 - 6 Juni 1968 memperoleh gaji sebesar f 25 per bulan. Setelah setahun mengabdi di HIS Muhammadiyah Jakarta,
ia pindah ke Muara Dua, Palembang, dan menjabat sebagai kepala sekolah HIS di kota itu. Meski
mendapatkan penghasilan yang lebih besar, kehidupan Sanusi di Palembang tidak bertahan lama
karena ia mengidap penyakit kulit yang susah disembuhkan. Pada tahun 1938 ia memutuskan kembali
ke Bandung dan mengajar di Perguruan Pasundan, Sukabumi, Jawa Barat. Ia baru sebentar mengajar
ketika Pemerintah Balatentara Jepang membubarkan sekolah Perguruan Pasundan. Kariernya sebagai
guru pun terhenti. Ia menjadi wiraswasta dan merintis usaha kecil-kecilan, seperti berjualan bakso
dan membuka warung kelontong, untuk menghidupi diri dan keluarganya. Pada tahun-tahun tidak
3
menentu itu Sanusi bahkan memulai babak rumah tangga dalam kehidupannya. Dari pernikahannya
ia dianugerahi delapan orang anak, yaitu Sulaiman, Jopi Suhartiwi, Jopi Suhartini, Tati Suhartini, Kiki
Suharti, Ine Suhartinah, Suharlina, dan Suhartika. 4
KARIER DI BIDANG PEMERINTAHAN
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjadi halaman baru bagi Sanusi. Setelah berbakti di dunia
pendidikan sebagai guru, ia mulai kiprah di bidang politik. Ia terpilih menjadi anggota Komite Nasional
Indonesia (KNI) cabang Parahiyangan. Di saat yang sama ia juga aktif dalam organisasi perjuangan
Barisan Banteng. Berkat pengalamannya sebagai guru dan aktivitasnya di KNI Parahiyangan pada tahun
1946 Sanusi diangkat menjadi Asisten Residen Garut. Saat Bandung dan kota-kota lain di Jawa Barat
diduduki Belanda, Sanusi terjun dalam perjuangan gerilya. Pada tahun 1948 Sanusi ditangkap oleh
Belanda. Setelah itu ia pindah ke Jawa Tengah lalu ke Jawa Timur. Di Jawa Timur Sanusi menjadi
Pembantu Residen Madiun yang saat itu dijabat oleh Samadikun. Salah satu tugas sebagai pembantu
residen adalah membenahi pemerintahan sipil yang kacau akibat Peristiwa Madiun. 5
Seusai menjadi Pembantu Residen Madiun, Sanusi pindah ke Magetan dan di kota ini ia menjadi Pejabat
Bupati Magetan. Pada saat itu terjadi Agresi Militer Belanda II. Sanusi ditangkap Belanda dan kemudian
ditahan di Surabaya. Ia baru dibebaskan dan dapat kembali ke Bandung setelah Indonesia dan Belanda
292 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 293