Page 34 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
P. 34

Tak berapa lama kemudian, Daśaratha wafat dalam kesedihan. Setelah Daśaratha
                   wafat,  Kaikeyī  mulai  menyesali  tindakannya  dan  memarahi  dirinya  sendiri  atas
                   kematian Sang Raja. Rakyat Ayodhyā pun marah dan menghujat Kaikeyī. Bharata juga
                   marah dan berkata bahwa ia tidak akan menyebut Kaikeyī sebagai ibunya lagi. Pelayan
                   Kaikeyī  yang  bernama  Mantara  hendak  dibunuh  oleh  Satrugṇa  karena  menghasut
                   Kaikeyī dengan lidahnya yang tajam, namun ia diampuni oleh Rāmā.
                      Āraṇyakāṇḍa adalah kitab ke tiga epos Rāmāyana. Dalam kitab ini diceritakanlah
                   bagaimana sang Rāmā dan Lakṣamaṇa membantu para tapa di sebuah asrama mengusir
                   sekalian raksasa yang datang mengganggu.
                      Selama masa pembuangan, Lakṣmana membuat pondok untuk Rāmā dan Sītā. Ia
                   juga  melindungi  mereka  di  saat  malam  sambil  berbincang-bincang  dengan  para
                   pemburu di hutan. Saat menjalani masa pengasingan di hutan, Rāmā dan Lakṣmana
                   didatangi  seorang  rakshasi  bernama  Surpanaka.  Ia  mengubah  wujudnya  menjadi
                   seorang  wanita  cantik  dan  menggoda  Rāmā  dan  Lakṣmana.  Rāmā  menolak  untuk
                   menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah beristri, maka ia menyuruh agar Surpanaka
                   membujuk Lakṣmana, namun Lakṣmana pun menolak. Surpanaka iri melihat kecantikan
                   Sītā dan hendak membunuhnya. Dengan sigap Rāmā melindungi Sītā dan Lakṣmana
                   mengarahkan  pedangnya  kepada  Surpanaka  yang  hendak  menyergapnya.  Hal  itu
                   membuat hidung Surpanaka terluka. Surpanaka mengadukan peristiwa tersebut kepada
                   kakaknya yang bernama Kara. Kara marah terhadap Rāmā yang telah melukai adiknya
                   dan hendak membalas dendam.
                      Dengan  angkatan  perang  yang  luar  biasa,  Kara
                   dan  sekutunya  menggempur  Rāmā,  namun  mereka
                   semua  gugur.  Akhirnya  Surpanaka  melaporkan
                   keluhannya  kepada  Rāvaṇa  di  Kerajaan  Alengka.
                   Surpanaka mengadu kakaknya sang Rāvaṇa sembari
                   memprovokasinya  untuk  menculik  Dewi  Sītā  yang
                   katanya sangat cantik. Sang Rāvaṇapun pergi diiringi
                   oleh Marica. Marica menyamar menjadi seekor kijang
                   emas yang menggoda Dewi Sītā. Dewi Sītā tertarik
                   dan meminta Rāmā untuk menangkapnya.              Sumber:www.id.wikipedia.org
                      Pada suatu hari, Sītā melihat seekor kijang yang   Gambar  1.10  Ilustrasi  penculikan
                   sangat  lucu  sedang  melompat-lompat  di  halaman   Sītā oleh Rāvaṇa
                   pondoknya. Rāmā dan Lakṣmana merasa bahwa kijang
                   tersebut bukan kijang biasa, namun atas desakan Sītā, Rāmā memburu kijang tersebut
                   sementara Lakṣmana ditugaskan untuk menjaga Sītā. Dewi Sītā ditinggalkannya dan
                   dijaga oleh Lakṣamaṇa. Rāmāpun pergi memburunya, tetapi si Marica sangat gesit.
                   Kijang yang diburu Rāmā terus mengantarkannya ke tengah hutan.
                      Karena Rāmā merasa bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya.
                   Seketika  hewan  tersebut  berubah  menjadi  Marica,  patih  Sang  Rāvaṇa.  Saat  Rāmā
                   memanah kijang kencana tersebut, hewan itu berubah menjadi rakshasa Marica, dan




                                                         Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |   27
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39