Page 19 - plif.pdf.iisnabilaa
P. 19
Karena pandangannya yang anti penggunaan bom atom itu, justru Linus Pauling dituduh sebagai
seorang komunis yang pro Uni Soviet oleh pemerintah Amerika Serikat dan paspornya
dibekukan. Namun ini tidak menghalangi Pauling untuk mendapatkan nobel keduanya, yaitu
nobel perdamaian karena idealismenya yang teguh dalam memperjuangkan perdamaian dunia..
Sering kali manusia memandang persoalan secara dualistik. Mereka sering sekali memisahkan
antara yang sekular dan religius, antara jiwa dan badan, antara ilmu sosial dan ilmu alam, antara
politik kiri dan kanan, dan antara subjek dan objek. Menurut pendapat Frijof Capra, semua ini
karena manusia mengikuti filsafat Rene Descartes secara kaku dan dogmatis. Descartes
menganggap bahwa seorang pengamat harus menjadi subjek otonom, yang terpisah secara tegas
dari objek pengamatannya. Descartes dengan instrumen geometri analitisnya (bagian dari ilmu
matematika), beranggapan bahwa semua fenomena alam dan kemanusiaan bisa dijelaskan
dengan bahasa matematika. Filsafat Descartes apabila diterapkan secara dogmatik akan muncul
berbagai kerancuan. Manusia mengklasifikasikan fenomena alam dan sosial berdasarkan sistem
biner. Setelah itu, tanpa sadar, mereka pertentangkan dan ditabrakkan satu sama lain distingsi
biner. Sering sekali wacana di masyarakat beredar untuk mempertentangkan antara sekular dan
religius, sosial dan alam , China dan pribumi dan sebagaimya. Filosofi biner ini justru
menimbulkan kebingungan dan konflik di masyarakat. Mungkin apabila filosofi ini diterapkan di
Eropa, yang membangun filsafat atas dasar konflik dan individualisme (dialektika) hal tersebut
tidak ada masalah. Tetapi di Asia (Indonesia) dimana semangat kolektivisme masih kuat, hal
tersebut menjadi problematis karena mengharapkan agar masyarakat hidup dalam konflik terus
menerus antara pendukung salah satu nilai biner itu. Hal ini hanya memecah belah masyarakat
dan memarginalisasikan mereka.
Melihat keadaan distingsi biner ini seharusnya manusia lebih arif dalam menyikapi keadaan.
Semua disitingsi biner antara dua hal yang bertentangan itu sebetulnya tidak lain adalah suatu
manifestasi budaya, yang dengan kata lain adalah buatan manusia. Bila demikian, tentu saja
terbuka akan kritik. Sudah bukan saatnya untuk menjadikan sains-teknologi menjadi semacam
“dewa penyelamat” yang akan menolong manusia, atau justru menjadikan sains-teknologi
menjadi “malaikat maut” yang akan membunuh manusia pula. Pandangan seperti ini memecah
belah dan membuat masyarakat bingung. Mereka akan semakin bertanya-tanya apa gunanya