Page 120 - ANAK KOS DODOL
P. 120

BAB 33


                                              Di sebatang pohon harapan



               tadi  siang,  aku  mampir  di  perpustakaan  jepang.  Maksudnya  sih,  mau  mengembalikan  novel
               trhiller yang lama dipinjam. Ugh.. Denda lagi! Gara-gara banyak kerjaan! *sok  penting hehe.
               Sudah  setahun  aku  jadi  anggota  perpustakaan  yang  terletak  tak  jauh  dari  kantor  karena  suka
               dengan novel karya penulis jepang.




               Begitu  sampai  di  pintu  perpus,  pengunjung  disambut  sebatang  pohon  harapan!  Kiyut  banget!
               Pekikku  norak  memegang  pohon  warna-warni  itu.  Hehe..  Namanya  saja  jepang  maina,  jadi
               gemas aja bawaannya melihat pernak-pernik jepang terutama takeshi kaneshiro itu lho! *buset,
               orang dibilang pernak-pernik! Kejam amat! Hihihi.



               Setiap tanggal 10 agustus perpustakaan ini mengadakan acara festival tanabata. Seru lho! Ada
               pentas boneka jepang, kursus dan pameran origami, pameran boneka jepang, pameran komik,
               serta kegiatan menghias poho harapan itu. Hiks, sayang aku tak bisa ikutan semua kegiatan, lagi-
               lagi karena sibuk berat *soknyaa!




               Tahukan pohon harapan? Tradisi orang jepang yang menggantungkan berlembar-lembar kertas
               warna-warni  berisi  keinginan  dan  permohonannya  seseorang  di  atas  sebatang  pohon.  Ya,
               semacam doa. Karena penasaran, aku sempatkan membaca kertas-kertas itu.



               Tulisan  tangan  berbagai  bentuk  ada  disitu.  Isinya  lucu-lucu.  Membuat  tersenyum  sendiri
               membacanya. Ada tulisan sedikit amburadul yang isinya singkat: minta tempat pensil. Hihi. Pasti
               anak SD nih.




               Jadi ingat jaman SD, ibu guru menyuruh kami membuat surat dan mengirimkannya pada pak
               presiden. Tahu isi suratku? Aku menulis surat yang isinya meminta sebuah boneka barbie yang
               kuimpi-impikan.  Papa  tak  mampu  membelikannya,  pak  presiden,  tulisku  dengan  polos.  Haha
               memangnya bapak presiden itu sinterklas apa?
   115   116   117   118   119   120   121   122