Page 16 - hujan
P. 16
lengannya, dia tidak perlu membawa dompet ke mana pun.
” Kamu mau, Lail?” Ibunya yang telah kembali menyerahkan satu gelas.
Lail mengangguk, menerimanya.
” Jam istirahat Ayah hampir selesai. Ayah harus kembali be kerja.”
” Yaaah....” Lail terlihat kecewa.
”Ayolah, Lail,” ayahnya tertawa, ”minggu depan Ayah pulang. Kita bisa
menghabiskan waktu bersama selama seminggu, me ngunjungi kolam air
mancur, atau taman bermain, atau Century Mall. Kamu bebas memilihnya.”
” Keretanya datang, Yah,” ibunya menyela percakapan, mem beritahu.
R angkaian kapsul kereta terlihat muncul dari lorong di ujung stasiun.
”Bye, Bu, Lail. Semoga sekolahnya menyenangkan.”
”Bye, Ayah,” Lail membalas tidak semangat, melepas headset di telinga kanan.
Waktu mereka hanya tiga puluh detik hingga kapsul kereta me rapat di peron.
Ibu Lail segera memasang kembali logam bulat ke telinganya, lalu
menggoyangkan lengan. Layar itu meredup. Persis pintu kapsul kereta terbuka,
mereka berdua melangkah masuk.
Ada dua belas kapsul di rangkaian kereta itu. Hampir semua nya penuh para
pekerja, para komuter yang berangkat. Dua pe numpang laki-laki, saat melihat
Lail dan ibunya masuk, berdiri, memberikan tempat duduk. ” Terima kasih.” Lail
dan ibunya segera duduk. Dengan layar sentuh di lengan ibunya, mereka tidak
perlu membeli tiket di depan. Sistem nirkabel akan men deteksi secara otomatis
penumpang, dan pembayaran dilakukan secara otomatis pula, autodebet.
”CONGRATULATIONS! Selamat, penduduk bumi! Kita baru saja
mendapatkan bayi yang kesepuluh miliar!”
Layar tipis di atas tempat duduk yang biasanya menunjukkan informasi nama
stasiun berikutnya juga dipenuhi tulisan ter sebut. Huruf-hurufnya bergerak
bergantian dengan animasi kem bang api. Layar televisi di dinding kapsul juga
menyiarkan berita yang sama.
” Kabar buruk? Tapi sepertinya itu sedikit berlebihan.” Pem bawa acara tidak
sependapat.