Page 40 - MODUL FIQIH PPG 2021
P. 40

Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap
                       orang yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak

                       memperbolehkan pengembalian hutang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada
                       tambahan.


                              Dalam  hadits  yang  diriwayatkan  oleh  Bukhari  dan  Muslim  secara  jelas  riba

                       adalah  perbuatan  haram  dan  termasuk  salah  satu  dari  lima  dosa  besar  yang
                       membinasakan. Dalam hadits yang lain, keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya

                       saja tapi juga kepada semua pihak yang ikut membantu terlaksananya perbuatan riba

                       tersebut, hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

                                                     )ملسمو ىراخبلا هاور( .هبتاكو ،هيدهاشو ،هل كؤمو ،ابرلا لكآ الله الله نعل


                       Artrinya: Allah melaknat pemakan riba,  orang  yang memberikan makannya, saksi-

                       saksinya dan penulisnya. (HR. Bukhari dan Muslim).


                              Secara  rinci, keharaman riba dalam al-Qur’an secara bertahap, sejalan dengan
                       kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti pelarangan minuman keras. Adapun tahap-

                       tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:


                              Tahap pertama, bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah,
                       sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS. Ar-Rum: 39).


                              Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras,

                       sejalan dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan mereka
                       yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah

                       pihak dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’: 160-161).


                              Tahap  ketiga,  keharaman  riba  dikaitkan  pada  suatu  tambahan  yang  berlipat
                       ganda  (QS.  Ali  Imron:  130).  Ayat  ini  turun  setelah  perang  Uhud  yaitu  tahun  ke-3

                       Hijriyah. Menurut Antonio (2001: 49), istilah berlipat ganda harus dipahami sebagai
                       sifat bukan syarat sehingga pengertiannya adalah yang diharamkan bukan hanya yang

                       berlipat ganda saja sementara yang sedikit, maka tidak haram, melainkan sifat riba yang

                       berlaku umum pada waktu itu adalah berlipat ganda.

                              Tahap keempat merupakan tahap terakhir yang dengan tegas dan jelas Allah

                       mengharamkan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba dan

                                                                                                        8
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45