Page 24 - MODUL SUFA REVISI
P. 24
membicarakan masalah tersebut di tingkat lanjutan di Negara Belanda.
Alasan lain karena Van Mook merasa bahwa penyelesaian masalah
Indonesia tidak perlu disangkutpautkan dengan pemilihan umum di
Negara Belanda. Baginya penyelesaian konflik Indonesia harus
secepatnya dituntaskan. Karena itu ia ingin membuat suatu kejutan agar
pemerintah bersedia mengambil alih pemimpin dalam penyelesaian
masalah Indonesia dan tidak hanya kepada dirinya sendiri sebagai Letnan
Gubernur jendral atau kepala NICA di Indonesia. Sementara itu
pemerintah Belanda tidak mampu melakukannya selama pemlihan-
pemilihan pasca perang yang pertama belum dilangsungkan.
Pertempuran di Hoge Veluwe seharusnya tidak boleh dilakukan
menjelang pemilu pada 17 Mei 1946.
Kegagalan Konferensi Hoge Veluwe membawa akibat yang
merugikan bagi pihak Belanda, setidaknya bagi partai buruh yang
dipimpin Perdana Menteri Shermerhorn. Seperti halnya dengan Perdana
Menteri Sjahrir, Schermerhorn juga lebih memilih jalan perundingan dari
pada penyelesaian bersenjata dan keduanya ditentang oleh kelompok
oposisi keraas dalam parlemen dan kelompok militer. Sebagai akibatnya,
Schermerhorn gagal memenangkan pemilu 17 Mei 1946. Bagi Indonesia
sebaliknya, hasil perundingan yang gagal itu menguntungkan kerana
posisi RI makin kuat. Selanjutnya Indonesia hanya mau menerima
Belanda dalam hubungan hokum antar Negara selain itu delegasi
Indonesia semakin paham sikap konverensi pemerintah dan rakyat
Belanda terhadap masalah Indonesia.
Akhirnya perundingan Hoge Veluwe yang gagal dan tidak
membawa hasil bagi kedua belah pihak membuka terobosan bagi
dimulainya perundingan dan memberi jalan bagi perundingan
selanjutnya. Bagi Indonesia khususnya, perundingan Hoge Veluwe itu
tidak hanya memperkuat posisinya dalam berhadapan dengan Belanda,
tetapi juga membawa perkara Indonesia menjadi perhatian dunia
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 17