Page 25 - MODUL SUFA REVISI
P. 25
internasional. Selain itu perundingan Hoge Veluwe merupakan
pengalaman berharga untuk memasuki arena diplomasi internasional
yang berguna dalam perjanjian Linggarjati beberapa bula kemudian (
Zeed, 2012: 221).
B. Perjanjian Linggarjati
Setelah Konverensi Hoge Veluwe pada bulan April 1946 itu gagal
mencapai hasil yang diharapkan, pemerintah RI mulai berpaling pada
upaya tindakan militer atau perjuangan bersenjata. Pada gilirannya
pengakuan kemerdekaan Indonesia harus diselesaikan dengan melakukan
serangan umum terhadap kedudukan Inggris-Belanda di Pulau Jawa dan
Sumatera namun serangan yang dilakukan dengan kombinasi taktik
konvensional dan perang gerilya tidak memberikan hasil yang
diharapkan. Kekuatan TRI bahkan makin terdesak ke posisi defensive.
Kemudian pada bulan Agustus-September 1946 direncanakan untuk
menyusun siasat perlawanan untuk perang defensive. Sjahrir, Soekarno,
dan Hatta beranggapam bahwa perjuangan secara defensive harus
merupakan upaya terakhir karena mengandung lebih banyak resiko.
Menurut mereka utuk sementara lebih aman jika pengakuan
kemerdekaan Indonesia dilaukan secara diplomasi. Ini berarti bahwa
mereka harus siap meneruskan upaya berunding dengan Belanda sambil
mencari dukungan internasional dan pada waktu yang sama TRI tetap
dipersiapkan untuk mengimbangi kekuatan militer Belanda (Zed, 2012:
222). Dari sudut pandang ini, mereka menyambut baik genjatan senjata
yang akan memperlancar perundingan diplomatik.
Perundingan Linggarjati merupakan perundingan politik
Indonesia-Belanda yang panjang karena berlangsung sebanyak 11 kali
mulai dari 22 Oktober 1946 sampai 16 November 1946. Perundingan I
(22 Oktober 1946) sampai perundungan IV (3 November 1946) di
laksanakan di Jakarta. Perundingan V (11 November 1946)-
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 18