Page 72 - 37 Masalah Populer
P. 72

Keenam,  membuat  ibadah  khusus,  dengan  cara  tertentu,  dengan  jumlah  tertentu,  dengan
               keutamaan tertentu. Misalnya, shalat 100 rakaat, pada malam maulid nabi, akan  mendapatkan
               anu dan anu.

               Ketujuh, berkumpul  melakukan suatu ibadah, pada waktu tertentu dan tempat tertentu dengan
               keyakinan ada balasan tertentu terhadap perbuatan tersebut. Adapun berkumpul di masjid pada
               malam  Maulid  Nabi  Muhammad  Saw,  dengan  mendengarkan  bacaan  al-Qur’an  dan  ceramah
               agama  seputar  sejarah  Nabi  Muhammad  Saw.  Atau  pada  malam  tahun  baru  Hijrah  sebagai
               muhasabah  diri,  sangat  dianjurkan  untuk  memanfaatkan  momen  tertentu  dalam  membahas
               masalah tertentu.

               Kedelapan, membuat batasan tertentu dalam takaran, jarak, jumlah bilangan, waktu, yang telah
               ditetapkan syariat Islam. Seperti berat nishab zakat, jarak Qashar shalat, jumlah bilangan kafarat,
               jumlah batu melontar jumrah, jumlah putaran thawaf dan sa’i.


               Kesembilan, semua perkara yang dibuat-buat, tanpa ada dalil dari syariat Islam, apakah dalil itu
               nash  (teks),  atau  pemahaman  terhadap  nash,  atau  secara  terperinci  dalam  dalil,  atau  dalilnya
               global bersifat umum, maka itu adalah bid’ah dhalalah. Jika terangkum dalam dalil, apakah dalil
               itu nash (teks), atau pemahaman terhadap nash, atau secara terperinci dalam dalil, atau dalilnya
               global bersifat umum, maka itu adalah Sunnah Hasanah. Ketika terjadi ikhtilaf antara dalil-dalil,
               maka  dalil  yang  bersifat  nash  lebih  didahulukan  daripada  dalil  yang  bersifat  ijmaly  (global).
               Dalil khusus lebih didahulukan daripada dalil yang bersifat umum. Dalil yang disebutkan secara
               nash lebih didahulukan daripada dalil pemahaman terhadap nash. Dengan demikian maka pintu
               ijtihad tetap terbuka bagi para ulama 108 .




               Andai Imam Syafi’i Tidak Membagi Bid’ah.

               Imam  Ibnu  Taimiah  merutinkan  membaca  al-Fatihah  dari  setelah  shalat  Shubuh  hingga  terbit
               matahari, padahal Rasulullah Saw tidak pernah  mengajarkan dan melakukannya. Syekh Abdul
               Aziz  bin  Baz  mengajarkan  ramuan  tangkal  sihir,  padahal  Rasulullah  Saw  tidak  membuat  dan
               mengajarkannya.  Syekh  Ibnu  ‘Utsaimin  mengajarkan  shalat  sunnat  Tahyatal-masjid  di  tanah
               lapang tempat shalat ‘Ied, padahal Rasulullah Saw tidak pernah melakukan dan mengajarkannya.
               Para  imam  masjid  di  Saudi  Arabia  membaca  doa  khatam  al-Qur’an  dalam  shalat  Tarawih  di
               akhir Ramadhan, padahal Rasulullah Saw tidak pernah mengajarkannya, apalagi melakukannya.
               Andai Anda masih juga berpegang pada kaedah, “Setiap yang tidak dilakukan Rasulullah Saw,
               maka haram”. Maka Ibnu Taimiah, Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Utsaimin dan para imam Saudi
               Arabia, semuanya telah melakukan perbuatan haram.




                       108  Lihat selengkapnya dalam Mafhum al-Bid’ah wa Atsaruhu fi Idhthirab al-Fatawa al-Mu’ashirah
               Dirasah Ta’shiliyyah Tathbiqiyyah, DR.Abdul Ilah bin Husain al-Arfaj, (Dar al-Fath, 2013M), hal.373-376.
                                                             72
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77