Page 71 - 37 Masalah Populer
P. 71

bersikap  keras  hingga  keluar  dari  masjid  dan  memisahkan  diri  dari  jamaah  kaum  muslimin
               disebabkan doa khatam al-Qur’an  107 .



               Standar Penetapan Bid’ah Dhalalah.


               Jika tidak diberi batasan, semua orang akan membuat-buat ibadah dan menyatakannya sebagai
               bid’ah  hasanah,  maka  perlu  menetapkan  standar,  jika  tidak  maka  dikhawatirkan  ummat  akan
               terjerumus  ke  dalam  perbuatan  bid’ah.  Suatu  perkara  dapat  disebut  Bid’ah  Dhalalah  jika
               termasuk dalam beberapa poin berikut:

               Pertama,  keyakinan  batil  yang  berkaitan  dengan  dasar-dasar  agama  Islam.  Misalnya
               menyerupakan  Allah  dengan  makhluk.  Mengatakan  Allah  duduk  bersemayam  di  atas  ‘Arsy
               seperti manusia duduk di atas kursi. Atau menyatakan bersatu dengan tuhan, seperti keyakinan
               Pantheisme,  atau  Manunggaling  Kawula  Gusti.  Atau  menyembah  Allah  Swt,  namun
               menghadapkan  diri  beribadah  kepada  selain  Allah  Swt.  Atau  mengatakan  al-Qur’an  tidak
               lengkap.  Mengingkari  takdir.  Mengkafirkan  sesama  muslim.  Mencaci  maki  shahabat  nabi.
               Menyatakan  selain  nabi  itu  ma’shum.  Pernyataan  bahwa  agama  Islam  tidak  relevan  dengan
               zaman. Dan semua keyakinan yang dibuat-buat yang menyebabkan orang meyakininya disebut
               sebagai kafir.

               Kedua,  merubah  bentuk  ibadah  yang  telah  disyariatkan,  seperti  menambah  atau  mengurangi.
               Misalnya menambah rakaat shalat wajib. Mengurangi takaran zakat Fitrah. Mengurangi jumlah
               sujud dalam shalat. Mengganti surat al-Fatihah dengan surat lain. Merubah lafaz azan. Membuat
               sujud sebelum ruku’.

               Ketiga, merubah waktu ibadah, seperti shalat Shubuh jam sembilan pagi. Atau puasa setengah
               hari.  Atau  merubah  tempat  ibadah,  seperti  thawaf  di  bukit  keramat.  Thawaf  di  kuburan  dan
               sebagainya.

               Keempat, meyakini ada suatu keutamaan pada suatu ibadah yang dilakukan dengan cara khusus,
               tanpa ada dalil syar’i. Misalnya, berpuasa dengan menjemur diri di panas akan mendatangkan
               keutamaan ini dan ini. Berpuasa selama empat puluh hari akan mendapat ini dan ini. Atau shalat
               dengan pakaian tertentu akan mendapatkan keutamaan tertentu. Atau diam pada hari senin akan
               mendapatkan keutamaan khusus.

               Kelima,  menyatakan  keutamaan  khusus  pada  waktu  tertentu, atau tempat  tertentu,  atau  orang
               tertentu, atau zikir tertentu, atau surat tertentu, tanpa ada dalil syar’i.  Seperti  menyatakan ada
               keutamaan pada malam 12 Rabi’ul-Awal. Atau keutamaan zikir yang dibuat oleh orang tertentu.






                       107  Syekh Ibnu ‘Utsaimin, Liqa’ al-Bab al-Maftuh, Juz.XXXIX, hal.108
                                                             71
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76