Page 31 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 31

“Ambillah.... “
                  “Mak  Cik  menerimanya  dengan  canggung  dan  berat  hati.
              Aku tak sampai hati melihatnya. Ia berkata terbata-bata,  “
                  “Tak 'kan mampu kami menggantinya, Kak.... “
                  “Lalu Mak Cik menatap Nurmi. Wajahnya menanggungkan
              perasaan  tak  sampai  hati  namun  beliau  benarbenar  tak  punya
              pilihan lain.
                  “Hanya biola ini milik kami yang masih berharga, “
                  “ucapnya pedih.
                  Nurmi memeluk biolanya  kuat-kuat. Air matanya  mengalir.
              Ia tak rela melepaskan biola itu.
                  “Nurmi..., “
                  “panggil ibunya.
                  Nurmi berupaya keras menguat-nguatkan dirinya.
                  Ia  mendekati  ibuku.  Langkahnya  terseret-seret  untuk
              menyerahkan koper biolanya. Air matanya berurai-urai.
                  Ibuku tersenyum memandangi Nurmi.

                  “Jangan  sekali-kali  kaupisahkan  Nurmi  dari  biola  ini,
              Maryamah. Kalau berasmu habis, datang lagi ke sini. “
                  “  Nurmi  cepat-cepat  menarik  tangannya  dan  kembali
              memeluk biolanya kuat-kuat. la tersedu sedan.
                  Kami  mengiringi  Mak  Cik  keluar  pekarangan  dan
              memandangi  anak-beranak  itu  berjalan  menjauh.  Nurmi
              melangkah  paling  cepat  mendahului  ibu  dan  adik-adiknya
              seakan ia ingin segera pulang menyelamatkan biolanya.
                  Mata  Arai  berkaca-kaca  melihat  Mak  Cik  bergandengan
              tangan  dengan  anak-anaknya  sambil  menenteng  setengah
              karung  beras.  Lalu  aku  heran  melihat  ekspresi  Arai.  Sulit
              kuartikan  makna  air  mukanya:  dingin,  datar,  dan  gundah.
              Kulihat  ketidakpuasan,  ada  juga  kilatan  kemarahan.  Lebih  dari
              itu,  kulihat  sebuah  rencana  yang  aneh.  Instingku  mengabari
              bahwa  sesuatu  yang  dramatis  pasti  sedang  berkecamuk  dalam
              kepala manusia nyentrik ini.
                  Benar saja, tiba-tiba Arai membanting telepon kaleng botan
              dan menyeretku ke gudang peregasan.

                                          29
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36