Page 33 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 33

kiri. Aku tersengal-sengal memanggilnya.
                  “Rai!! Mau ke mana??!! “
                  “Jika ingin ke rumah Mak Cik, seharusnya ia belok kanan.
                  “Aku tahu, Kal. Ikut saja!! “
                  “Maka layar pun digulung dan drama dimulai.
                  Arai  ngebut,  sepedanya  terpantul-pantul  di  atas  jalan  pasir
              meluapkan  debu  berwarna  kuning.  Aku  zigzag  di  belakangnya
              untuk  menghindari  debu.  Aku  terheran-heran  pada  kelakuan
              Arai  tapi  menikmati  ketegangan  pengalaman  hebat  ini.  Dua
              orang  bersepeda  beriringan  kejar-mengejar  dengan  kecepatan
              tinggi  sambil  membawa  karung  uang.  Bukankah  kami  seperti
              buronan  di  film-film?  Arai  jelas  sedang  menuju  ke  pasar.  Tak
              dapat kuduga apa maksudnya. Begitulah Arai, isi kepalanya tak
              'kan pernah dapat ditebak.  Di  depan toko  A  Siong  ia berhenti.
              Dia  turun  dari  sepeda  dan  menghampiriku  yang  kehabisan
              napas.  la  mengambil  karung  uang  yang  sedang  kusandang.
              Sambil mengumbar senyum tengiknya dia mengedipkan sebelah
              mata sembari mengeluarkan suara  “
                  “khekkh!! “
                  “persis tekukur dilindas truk.
                  Langkahnya  pasti  memasuki  toko  A  Siong.  Aku  was  was
              mengantisipasi  tindakannya.  Aku  tak  rela  uang  jerih  payah
              berjualan tali purun itu dihamburkannya untuk hal yang konyol.
              Perlu  diketahui,  untuk  menebas  purun  harus  berendam  dalam
              rawa setinggi dada dengan risiko ditelan buaya mentah-mentah.
              Tapi  seperti  biasanya  Arai  selalu  meyakinkan.  Lihatlah  ekspresi
              dan  gayanya  berjalan.  Aku  terhipnotis  oleh  kekuatan
              kepercayaan dirinya. Aku seperti kerbau dicucuk hidung, digiring
              ke  pejagalan  pun  manut  saja.  Bahkan  hanya  untuk  bertanya
              mulutku telanjur kelu.
                  Kami memasuki toko yang sesak. Barang-barang  kelontong
              berjejal-jejal  di  rak-rak  yang  tinggi.  Arai  berhenti  sebentar  di
              tengah  toko  persis  di  bawah  sebuah  fan  besar  berdiameter
              hampir dua meter dan berputar sangat kencang: wuttth ... wuttth
              ...  wutttthh. Istri  A  Siong besar  di  Hongkong.  Hanya fan untuk
              pabrik  itu  yang  membuatnya  betah  tinggal  di  Belitong  yang

                                          31
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38