Page 172 - JALUR REMPAH
P. 172
158 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
berdirinya dan ramainya bandar Malaka di abad ke-15 hingga abad ke-17.
Pada periode kedua, jalur perniagaan yang dilalui oleh pedagang Arab juga
berbeda. Pada periode ini, mereka berangkat dari kota pelabuhan Hormuz di
pintu gerbang masuk Laut Merah. Kemudian mereka menyusuri pesisir timur
Samudra Hindia, dan masuk ke Selat Malaka. Dari Malaka, mereka mencari
barang dagangan untuk dibawa ke kepulauan Banda. Terutama, mereka
menuju ke pelabuhan Jepara untuk memperoleh beras, bawang merah dan
putih serta lada. Mereka berangkat ke kepulauan Banda dari Malaka dengan
menggunakan jalur selatan melalui Maluku Tenggara.
Agar cerita mengenai kehadiran pedagang Arab di kepulauan Banda
menjadi runtut, maka akan dimulai dengan tahap pertama, kehadiran para
pedagang Arab di kepulauan Banda. Sumber yang dipergunakan untuk
penyusunan pengaruh kebudayaan Arab, terutama proses Islamisasi di Banda
dipergunakan informasi cerita legenda yang dituturkan melalui hikayat dan
kitab kronik serta catatan harian dan para pedagang di masa itu.
Pada abad ke-7, pedagang-pedagang Arab telah membawa rempah-
rempah seperti cengkeh, dan pala ke pelabuhan-pelabuhan Teluk Persia dan
Pesisir Arabia, untuk kemudian diperjualbelikan di Timur Tengah dan daratan
Eropa. Pedagang Arab memerlukan banyak rempah-rempah, selain untuk
33
campuran pengolahan dan pengawetan makanan dan untuk dunia pengobatan.
Pada abad ke-7 pedagang-pedagang Arab dan Persia menggunakan kapal
layar Dhow berlayar menuju Banda Naira dan Maluku Utara untuk mencari
rempah-rempah yang nilai keuntungannya tinggi di Timur Tengah dan Eropa.
Konon, para pedagang Arab ini dalam menunggu angin yang baik untuk
membawa mereka kembali ke negerinya, menetap sementara di Banda Naira.
Juga, ada kemungkinan mereka menikah dan kawin-mawin dengan perempuan
lokal. Islam sufi yang banyak dianut oleh para musafir seperti pedagang
mengizinkan para pedagang Arab untuk menikah dengan perempuan lokal.
34
Juga, mereka bisa saja menetap lama dan meninggal di sana.
33 Pada saat itu, produksi rempah-rempah dari kepulauan Banda dipergunakan di Eropa dengan
hemat, karena sulit untuk mendapatkannya. Untuk hal ini lihat. Leirissa. Op.cit. Sejarah Kebudayaan
Maluku, hlm. 16.
34 Informasi ini berdasarkan wawancara dengan Usman Thalib, Ambon, 11 Mei 2017.