Page 211 - JALUR REMPAH
P. 211
Terbentuknya Komunitas Pesisir dalam Perniagaan Rempah | 197
dan bangsa-bangsa lain. Namun, mereka besar dalam tatacara Jawa dan terutama
karena mereka telah kaya karena perdagangan. Selain itu, Demak dikelilingi
beberapa kota lain yang juga memanfaatkan kemajuan pesat perniagaan
besar: Juwana, Pati, Rembang, dan terutama Kudus dan Jepara. Sementara
itu Semarang pada waktu itu hanya merupakan kota kecil dengan “tiga ribu
penduduk” dan baru kemudian menggeser tetangga-tetangganya Jepara dan
Rembang yang letaknya dekat hutan-hutan jati dan terkenal karena galangan
kapalnya. Tome Pires menggambarkan bahwa “Pedagang yang beruang datang
ke sana untuk dibuatkan jung.”
102
Keadaan yang menguntungkan itu adalah faktor penting bagi kemajuan
Demak. Dengan demikian, Demak mempunyai kapal-kapal untuk mengangkut
hasil-hasil pertanian daerah pedalamannya (terutama beras) dan menjualnya
melalui pelayaran laut ke wilayah Nusantara lainnya. Selain itu, adanya industri
kapal itu memungkinkan Demak untuk mengerahkan sejumlah kapal untuk
ekspedisi lintas laut baik untuk maksud damai maupun untuk tujuan perang.
Selain untuk dipakai sendiri, kapal-kapal tersebut merupakan sarana ekspor
yang penting. Demak mempunyai 40 jung untuk membawa bahan makanan ke
bandar Malaka.
103
Pelabuhan Banten
Pelabuhan Banten menjadi sibuk hilir mudik kapal layar, karena jatuhnya
Selat Malaka ke tangan Portugis pada 1511. Hubungan pelayaran tidak lagi
bisa melalui kedua belah sisi Selat Malaka. Kapal-kapal yang ingin berlayar
melalui rute “selatan” atau “Jawa” harus memutar melalui Selat Sunda. Banten
menduduki tempat penting sejak awal abad ke 16. Sebagian perdagangan Selat
Malaka beralih ke Selat Sunda. Usaha Banten untuk menguasai Lampung
dan melakukan ekspansi ke daerah Palembang mungkin pula dikembangkan
dengan ambisinya untuk memegang hegemoni di wilayah Selat Sunda, selain
keinginannya untuk menguasai lada di Sumatera Selatan.
102 Ibid., Tome Pires. The Suma Oriental, hlm. 180.
103 Lihat. A. B. Lapian. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara. Abad ke 16 dan 17. Depok:
Komunitas Bambu, 2008, hlm. 36.