Page 212 - JALUR REMPAH
P. 212

198 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI


                   Ketika Tome Pires melakukan perjalanan panjang di Nusantara, Banten
               masih menduduki kedudukan kedua setelah Pelabuhan Sunda Kelapa. Di sini
               pedagang-pedagang dari barat dan timur berkumpul, seperti pedagang dari
               Palembang, Pariaman, Lawe dan Tanjungpura (Kalimantan Selatan) dan dari
               Malaka, Makassar, Gresik, Tuban dan Madura. Dari pulau-pulau Maladewa
               kapal-kapal  datang untuk menjual  budak.  Pada 1527,  Banten sudah
                                                           104
               menduduki  Sunda Kelapa sehingga perdagangan di pelabuhan ini  banyak
               dialihkan ke Banten. Baru setelah 1619 perdagangan di sini mulai ramai lagi.
               Pada masa itu, Banten menjadi pelabuhan pengekspor lada terpenting di Jawa.
               Jumlah lada yang diekspor sekitar 1600 bahar. Sebagian besar ekspor lada itu
               menuju Cina.
                            105
                   Masyarakat  pelabuhan  Banten  mengalami  kemajuan  pesat  dalam
               perniagaan sepanjang abad  ke-16, karena  mendapat  dukungan besar dari
               Kesultanan Banten yang menggunakan strategi perdagangan yang tepat. Oleh
               karena komoditi utama perdagangan ketika itu lada, Sultan berpendapat untuk
               menanam tanaman komersial ini lebih menguntungkan daripada menanam
               tanaman pangan. Atas dasar itu, Kesultanan Banten membuat kebijakan untuk
               mengutamakan ekspor lada di satu pihak dan mengimpor beras di lain pihak.
                                                                                        106
                   Namun demikian, kejayaan Banten dalam era perniagaan abad ke-16 telah
               diawasi oleh VOC. Pada abad ke-17 VOC telah membangun benteng Speelwijk
               di tengah pusat Kesultanan Banten. Benteng itu didirikan di sebelah barat laut
               Istana Surosowan, sedangkan Laut Jawa berada di sebelah utara. Sementara itu,
               posisi Pamarican (tempat pengolahan dan pergudangan tempat menyimpan
               lada yang akan diekspor) ditutup dari jalur laut oleh Benteng Speelwijk. Dengan
               penempatan seperti itu, Banten yang komoditi andalannya adalah lada menjadi
               terpotong oleh perdagangan VOC. Geografi sejarah Banten menjadi terhambat
               untuk mengakses jalan laut bagi perniagaan mereka.
                                                                 107

                     104  Ibid., Tome Pires. The Suma Oriental, hlm. 182.
                     105  Ibid., Meilink Roelofsz. Asian Trade and European Influences…..hlm. 86-87.
                     106  Untuk hal ini lihat. Nurhadi Megatsari. “Bangunan Bersejarah di Zaman VOC Persebaran
               Letaknya  dan  Maknanya.”  Dalam,  Perspektif  Arkeologi  Masakini  Dalam  Konteks  Indonesia.
               Jakarta:Penerbit Buku Kompas, 2016, hlm. 39-53.
                     107  Ditambah pula akibat erosi, aliran sungai di Banten yang pada abad ke 16 berada di tepi
               laut, menimbulkan kedangkalan laut disekitar muaranya. Masyarakat pelabuhan Banten redup dan tidak
               terjadi lagi hilir-mudik kapal-kapal internasional di sana. Ibid., Nurhadi. “Bangunan Bersejarah….”hlm.
               39-53.
   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217