Page 35 - JALUR REMPAH
P. 35
Latar Belakang Historis Tiga Wilayah | 21
Negeri Waraka dan Rohawa, Maluku Tengah. Keramik Cina yang berbentuk
piring berwarna biru-putih diperkirakan berasal dari Dinasti Ming yaitu
sekitar 800 tahun yang lalu. Konteks dari temuan artefak itu memperlihatkan
di Maluku Tengah telah berlangsung hubungan dengan negeri Cina. Bisa
pula, keramik tersebut dibawa oleh pedagang Ambon dari Sumbawa. Artinya
keramik itu telah dipertukarkan oleh orang-orang Cina kepada orang-orang
Kepulauan Sunda Kecil. Manik-manik yang ditemukan di Rohuwa dan Waraka
merupakan peninggalan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Manik-
manik ini memiliki berbagai fungsi, baik sebagai perhiasan atau perlengkapan
upacara maupun sebagai benda magis religius. Manik-manik bisa juga sebagai
tanda hirarki sosial atau simbol status dari orang yang memilikinya. Misalnya
orang-orang dari golongan Patasiwa memakai manik-manik yang mewah
dengan susunan banyak dan orang dari golongan Patalima hanya mengenakan
rangkaian yang sederhana dan hanya sedikit. Pada era perdagangan abad ke-
16
15-16, manik-manik menjadi salah satu barang dagangan yang dipertukarkan
dengan rempah-rempah oleh pedagang Sumbawa.
Temuan-temuan arkeologis ini memperlihatkan bahwa masyarakat Banda
mengalami kehidupan di zaman kuno. Mereka telah bergaul dengan orang-
orang Cina, dan berinteraksi dengan orang-orang Maluku Tengah seperti Seram,
Ambon, Saparua. Kei dan Aru. Namun, mereka tidak seperti masyarakat Jawa
dan Melayu yang mempunyai pengaruh periode Hindu-Budha. Masyarakat
Banda dan Maluku umumnya tidak melalui periodisasi tersebut.
Tradisi lisan ini akan menjadi lebih jelas diwujudkan dalam kesenian tari
Cakalele (tentara/penjaga) di mana kelompok orang lima mempunyai lima
penari dan kelompok orang sembilan mempunyai sembilan penari. Status
penari-penari itu bisa dilihat dari pakain penari bercakalele, seperti kapitan
(pimpinan) memakai kapsete (topi tembaga), sedangkan penari lainnya
berstatus hulubalang tengah mewakili raja, dua prajurit yang disebut maksi
berpakaian bertutup kepala sesuai dengan kebudayaan mereka. Pakaian-
pakaian asli Banda tersebut yang telah dipergunakan sehari-hari sebelum
16 Seluruh desa adat di Banda Naira menganut sistem adat Patalima yang bermakna orang lima.
Sementara, hanya di desa Lonthoir menganut sistem Patasiwa yang berarti orang sembilan. Untuk hal ini
lihat. Dr. Muhammad Farid, M.Sos. dan Najiwa Amsi Spd. Msi. “Studi Masyarakat Banda Naira: Sebuah
Tinjauan Sosiologis-Anthropologis,” Paradigma, Vol. 3. Februari 2017, hlm. 1-16.