Page 34 - JALUR REMPAH
P. 34
20 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
Gerabah-gerabah yang ditemukan di desa Ouw, Saparua, Maluku Tengah
merupakan gerabah yang dibuat di desa tersebut. Produksi gerabah itu untuk
keperluan peralatan masak dan dapur. Namun, temuan gerabah itu dalam
jumlah besar dan jenis beragam, diduga dipergunakan pula untuk upacara dan
pesta adat. Gerabah di desa Ouw merupakan peninggalan prasejarah. Produksi
gerabah itu dari material yang dipergunakan mengandung etnoarkeologis.
Gerabah lokal itu juga dipergunakan di Ambon dan Kepulauan Banda. Diduga
telah berlangsung penyebaran produksi gerabah Saparua ke pulau-pulau
terdekat. Juga, gerabah lokal ditemukan bergelasir yang menandakan bahwa
di Saparua dan pulau-pulau yang berdekatan ketika itu, belum berlangsung
perdagangan jarak jauh. Pelayaran perniagaan di kepulauan Maluku Tengah
masih dalam jarak dekat. Penggunaan gerabah lokal untuk menempatkan
makanan seperti sagu atau papeda serta ikan laut kuah kuning yang merupakan
makanan sehari-hari dari penduduk. Temuan arkeologis di situs Negeri
Soya dilereng bukit Sirimau berupa batu-batu megalitik pra sejarah yang
menandakan berlangsungnya upacara komunitas manusia purba. Di tempat itu
mereka melakukan ritual persembahan terhadap leluhur tradisi megalitik pada
umumnya berlokasi di geografi dataran tinggi. Upacara “cuci negeri” masih
berlangsung hingga kini. Penyelenggaraan upacara “cuci negeri” di Maluku
sama dengan ritual “bersih desa” di Jawa. Di Kepulauan Maluku upacara “cuci
negeri” merupakan upacara wajib desa untuk membersihkan segala sesuatu
dengan baik. Bangunan-bangunan, rumah, perkarangan harus dibersihkan,
jika tidak akan dikenakan sanksi yaitu bisa jatuh sakit.
15
Situs gua-gua itu sebagai tempat tinggal pada periodisasi prasejarah.
Kelompok orang yang tinggal di gua mengkonsumsi ikan laut. Juga, muka
gua ditemukan porselen, pecahan keramik dan manik-manik. Benda-benda
ini dapat dimaknai bahwa di masa itu telah terjadi perjalanan jarak jauh
dengan perahu atau kapal layar untuk memperoleh keramik tersebut. Namun,
bisa saja pedagang Cina atau pedagang perantara yang membawa keramik di
masa Dinasti Ming. Temuan Keramik Cina dan manik-manik juga terdapat di
15 Upacara “Cuci Parigi” dan upacara “Cuci Negeri” sangat berbeda. Pertama, upacara “Cuci
Parigi” hanya dilakukan di desa Lonthoir, pelaksanaan upacara dirayakan oleh seluruh penduduk Banda
Naira. Kedua, Nilai historis yang terkandung di dalam peringatan “Cuci Parigi” merupakan ide-ide
perjuangan dan sikap penuh pengorbanan para leluhur mereka yang berani melawan penjajahan di
tanah Belanda, meskipun harus mengorbankan nyawa, harta, dan keluarga mereka yang hilang tanpa
tanda jasa.