Page 1 - BAB 1 cobs
        P. 1
     BAB I
                                                      PENDAHULUAN
                        1.1.Latar Belakang
                             Bromo-Tengger  merupakan  Taman  Nasional  yang  terletak  di  kabupaten-
                        kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang, Jawa Timur. Bromo-
                        Tengger  merupakan  wilayah  kuasa  pemerintah,  yang  perlindungan  dan
                        pelestariannya  menjadi  tanggung  jawan  Unit  Pelaksanaan  Teknis  Balai  Besar
                        Taman  Nasional  Bromo  Tengger  Semeru  (BB-TNBTS),  jadi  beban  pengolahan
                        tidak hanya dibebankan kepada pemerintah saja (www.probolinggokab.go.ig).
                             Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional gunung Bromo adalah
                        suku Tengger. Suku Tengger sendiri adalah sun-sub suku Jawa. Suku Tengger atau
                        yang  akrap  disapa  wong  Tengger  ini  merupakan  salah  satu  stakeholder  atau
                        pemangku kepentingan dalam pengolahan kawasan pelestarian sumber daya alam
                        di sana. Pusat-pusat kosmos dan kehidupan sosial spiritual mereka lah yang menjadi
                        sebabnya, mengingat  gunung Bromo sebagai poros intinya. Suku Tengger  yang
                        beragama Hindu hidup di wilayah Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Jawa
                        Timur.  Terhitung  pada  tahun  1985  jumlah  mereka  sekitar  40  ribu
                        (www.probolinggokab.go.ig).
                             Kaum Tengger dikenal taat beribadah dan menjalankan adat istiadat dengan
                        baik. Tak heran banyak cerita lama, mitos, dan legenda dari daerah ini. Ilmuwan
                        Asing  pun  juga  menelusuri  sejarah  Masyarakat  Tengger.  Masyarakat  Tengger
                        menghayati sesanti “Titi Luri” (“Titi Luri”, berarti mengikuti jejak para leluhur atau
                        meneruskan Agama, Kepercayaan dan Adat-istiadat nenek moyang secara turun
                        temurun).  Jadi  Setiap  upacara  dilakukan  tanpa  perubahan,  persis  seperti  yang
                                                              12





