Page 128 - SEJARAH NASIONAL INDONESIA KELAS XI SEMESTER 1
P. 128

menderita. Perubahan pada masa Van der Capellen juga menimbulkan
                 kekecewaan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan
                 membayar berbagai  macam pajak, seperti: (a)  welah-welit  (pajak tanah),
                 (b) pengawang-awang (pajak halaman pekarangan), (c) pecumpling (pajak
                 jumlah pintu), (d) pajigar (pajak ternak), (e) penyongket (pajak pindah nama),
                 dan (f)  bekti  (pajak  menyewa  tanah atau  menerima jabatan).  Di  samping
                 berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean atau tol.
                 Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan seorang
                 ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.
                 Penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di
                 berbagai daerah.


                 Sementara itu dalam kehidupan  sosial  kemasyarakatan terdapat jurang
                 pemisah antara  rakyat  dengan punggawa kerajaan dan perbedaan
                 status sosial  antara rakyat pribumi  dengan  kaum kolonial. Adanya jurang
                 pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial,
                 sering menimbulkan kelompok-kelompok yang tidak puas sehingga sering
                 menimbulkan kekacauan.


                 Dalam suasana  penderitaan  rakyat dan kekacauan itu tampil  seorang
                 bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana  III yang bernama Raden
                 Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan  nama Pangeran Diponegoro.
                 Pangeran Diponegoro merasa tidak puas dengan melihat penderitaan rakyat
                 dan kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran Diponegoro merasa sedih
                 menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan  budaya
                 Timur. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi
                 Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Pada tanggal 20
                 Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro. Meletusnya perang ini didasarkan
                 pada visi  dan cita-cita Pangeran  Diponegoro  yakni untuk  membentuk
                 Kesultanan Yogyakarta yang memuliakan agama yang berada dalam wadah
                 negara Islam. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro disebut telah melakukan
                 “hijrah kultural”.(Saleh As’ad Djamhari, “ Pangeran Diponegoro dan Perang
                 Jawa (1825-1830)” dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012)
                 »    Perang Diponegoro sering disebut dengan Perang Jawa. Nah,



                       bersama anggota kelompokmu coba diskusikan bagaimana
                       latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro.
                       Mengapa dinamakan Perang Jawa?










                 120    Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK                                   Semester 1
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133