Page 149 - GARIS WAKTU
P. 149

menertawakanmu?     Mati-matian   kau  tutup  telinga,
            namun  suara-suara  itu  malah  semakin  kuat  berteriak.
            Aku  pernah,  bahkan  sering,  setiap  hari  setelah  kejadian
            itu.  Bagaimana  jika  kesalahanmu   bermula   karena
            kesalahanku?  Bagaimana  jika  ketertutupanmu  bermula
            karena  ketertutupanku?  Ketika  tangan  tak  diciptakan
            berpasangan,  ketika  kita  dihadapkan  pada  pahitnya
            pilihan,  adakah  rasa  yang diciptakan  untuk  menjadi  dosa?
            Bukankah  sudah  kuselipkan  namamu  dalam  doa?


                Purnama  enggan  menjawab.  Sementara  mentari
            bergerak  laksana  keong  semenjak  kita  tidak  lagi  saling
            menyapa.  Terlalu  lamban  hari-hariku  berganti.  Dan  walau
            siang  bertukar  peran  dengan  malam,  namun  perguliran
            tak  pernah  menjadi  sebuah  hari  baru  untukku.  Semua
            hanya  repetisi  yang  terjadi  terus-menerus  tanpa  tahu
            lagi  ke  mana  jiwa  ini  harus  menggapai.  Ketika  kesetiaan

            menjadi  barang  mahal,  ketika  kata  “maaf”  terlalu  sulit
            untuk  diucap,  ego  siapa  yang  sedang  kita  beri  makan?

                Entah...

                Aku  hanya  ingin  menikmati  mimpi  kita  yang  hancur
            berantakan:  duduk  di  tepi  bumi  dan  bersedu  sedan.
            Perbolehkan  aku  menjadi  manusia  biasa  yang  berhak

            rapuh  ketika  keadaan  menjadi  berat.  Tidak  apa-apa,  aku




      144
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154