Page 384 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 384
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pemerintahan dan pembangunan ketatanegaraan di wilayah ini, di
mana putra-putra Indonesia mengambil bagian yang penting. Dalam
hal ini, ada dua opsi di antara dua sistem susunan ketatanegaraan, yaitu
sistem unitarisme dan federalisme. Dari dua opsi tersebut, van Mook
122
secara tegas menyarankan menganut sistem federal.
Dari pendapat-pendapat yang disampaikan oleh para utusan,
van Mook menyimpulkan bahwa: (1) semua utusan tidak menerima
kembalinya kolonialisme di bumi Indonesia; (2) hubungan Belanda dan
Indonesia harus diteruskan demi pembangunan dan perkembangan
Indonesia di masa depan; dan (3) kesatuan Indonesia harus
dipertahankan sebagai suatu bangsa yang dijelmakan dalam suatu
sistem federal, yaitu federasi Indonesia yang berbentuk Negara
Indonesia Serikat. Dalam hubungan ini, van Mook menyimpulkan,
seperti yang dikehendaki sebagian besar peserta, untuk mewujudkan
123
dua negara bagian di Timur Besar dan Kalimantan.
Dalam notulen rapat kabinet tanggal 29 Juli 1946, Letnan
Gubernur Jenderal van Mook menyatakan bahwa Konferensi Malino,
yang berakhir pada 25 Juli 1946, telah berhasil. Sebaliknya, pihak
Republik menyambut dingin diselenggarakannya Konferensi Malino.
Dalam pidato radio, Wakil Presiden RI Mohammad Hatta ketika
menyambut perayaan peringatan RI satu tahun pada tanggal 16
Agustus 1946, menyatakan bahwa:
―Memang, Belanda mempergunakan segala akal dan
kekuatannya untuk meniadakan kita, untuk memaksa kita
masuk kedalam lingkungan kerajaannya. Mereka mencoba
memecah Indonesia dengan memisahkan daerah-daerah yang
dikuasainya dari Republik Indonesia. Mereka mengatakan
permusyawaratan Malino untuk memikat daerah-daerah di luar
Jawa dan Sumatera masuk ke dalam lingkungan kerajaan
Belanda. Dengan menanam dasar Commonwealth di Malino
berdasarkan atas daerah-daerah yang dikuasainya, mereka mau
memaksa kita tunduk kepada keputusan mereka. Tetapi
sandiwara Malino itupun tidak menguntungkan sama sekali
kepada Belanda. Cita-cita ―rijksverband‖ pada dasarnya retak
dalam permusyawaratan itu. Sebagian besar dari utusan yang
ditunjuk itu menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
menjadi tujuannya yang terakhir. Dan suara rakyat di daerah
372