Page 207 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 207
BABAK BELUR BAB VIII
INFRASTRUKTUR
Aceh hingga Papua dengan kendaraan-kendaraan baru. Jadi, istilahnya
meskipun kita bisa bikin jalan tol hingga keliling dunia, misalnya, namun
jika volume kendaraan pribadi tidak bisa kita kontrol atau kita atur secara
ketat, maka kita tidak akan pernah bisa mengatasi masalah kemacetan.
Itu sebabnya pembangunan infrastruktur jalan tol harus dievaluasi
kembali. Bukan jalan tol yang terutama kita butuhkan untuk mengatasi
problem transportasi di Indonesia. Kejadian H-3 lebaran tahun ini telah
membuktikannya. Saya kira sebaiknya anggaran pembangunan jalan tol
digunakan untuk menambah lajur kendaraan umum, seperti kereta atau
bis.
Persis di situ saya melihat ada persoalan dalam kebijakan
perkeretaapian di Indonesia. Tahun ini, misalnya, PT Kereta Api Indonesia
(KAI) mendapatkan anggaran subsidi kewajiban pelayanan publik (public
service obligation, PSO) sebesar Rp2,4 triliun. Anggaran ini naik 14 persen
dibanding tahun sebelumnya. Sayangnya, 56 persen anggaran PSO itu, atau
sekitar Rp1,3 triliun, habis untuk KRL. Sementara, bagi kereta antarkota,
atau kereta jarak jauh, alokasi PSO yang diberikan hanya sebesar Rp173
miliar. Kereta khusus lebaran bahkan hanya dapat PSO Rp2,4 miliar.
Kereta mestinya menjadi solusi utama mengatasi masalah kemacetan
dan transportasi massal. Namun dengan kebijakan PSO yang demikian,
kereta jarak jauh akhirnya jadi angkutan premium yang mahal. Bisa kita
lihat, kini harga tiket kereta eksekutif, misalnya, hampir sama dengan
harga tiket pesawat. Untuk momen tertentu, harga tiket kereta bahkan
bisa lebih mahal daripada tiket pesawat. Sementara, harga tiket kereta
CATATAN-CATATAN KRITIS 205
DARI SENAYAN