Page 249 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 249

Dr. Fadli Zon, M.Sc





                 menempatkan perusahaan tersebut pada posisi berisiko.
                      Masalahnya, Inalum bukan satu-satunya BUMN yang harus
                 menerbitkan  surat  utang  global  akibat  beban  penugasan  yang  sangat
                 besar oleh pemerintah. Sebelumnya PT PLN (Perusahaan Listrik Negara)
                 juga telah menjual global bond senilai US$5miliar. PT Pertamina tahun ini
                 telah menerbitkan global bond Rp11,2 triliun dari target US$4 miliar. Pada
                 2017 lalu, Jasa Marga juga telah melepas global bond berdenominasi rupiah
                 senilai Rp4 triliun dengan kupon 7,5 persen.
                      Dalam catatan saya, antara 2016 hingga 2018, jumlah utang BUMN
                 kita  telah  meningkat  hingga  132,92  persen.  Pada  2016,  utang  BUMN
                 tercatat baru Rp2.263 triliun, namun per September 2018 jumlahnya telah
                 tembus Rp5.271 triliun. Artinya, dalam dua tahun terakhir utang BUMN
                 kita melonjak Rp3.008 triliun.
                      Dari BUMN sektor non-keuangan, sektor ketenagalistrikan
                 menyumbang utang sebesar Rp543 triliun, atau 28 persen dari total utang
                 BUMN non-keuangan. Kemudian BUMN sektor migas menyumbang utang
                 sebesar Rp522 triliun (27%), sektor properti dan konstruksi Rp317 triliun
                 (15%), sektor telekomunikasi Rp99 triliiun (5%), sektor transportasi Rp75
                 triliun (4%), dan sektor lain-lain Rp403 triliun (20%). Itu angka yang besar
                 sekali.
                      Masalahnya, jumlah utang yang menggelembung itu berbanding
                 terbalik dengan kinerja pendapatan BUMN. Dalam tiga tahun terakhir,
                 pendapatan BUMN hanya naik Rp326 triliun. Padahal, pada periode 2012-
                 2014, saat utang BUMN ‘hanya’ naik Rp824 trilun, total pendapatan BUMN
                 pada periode itu mencapai Rp5.393 triliun. Artinya, utang baru BUMN
                 sebenarnya tidak produktif.

                      Pada saat bersamaan, kerugian BUMN tercatat terus meningkat.
                 Saya mencatat, memasuki September 2018 kinerja BUMN besar justru
                 kian memburuk. Hingga kuartal III-2018, PLN, misalnya, telah menderita
                 kerugian hingga Rp18,48 triliun. Padahal, periode yang sama tahun lalu
                 PLN masih mengantongi laba bersih Rp3,05 triliun. Total kerugian BUMN-
                 BUMN besar itu kini mencpai Rp26,95 triliun.
                      Angka-angka    tadi  membuktikan     penugasan   pembangunan





                252 KATA FADLI
   244   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254