Page 247 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 247
Dr. Fadli Zon, M.Sc
Ketika kita bicara soal Freeport, sejak awal kebijakan pemerintah
tidak konsisten dan transparan. Masalah kita kan awalnya ada dua.
Pertama, Freeport ini banyak melanggar ketentuan undang-undang dan
juga kontrak, mulai dari tidak memenuhi ketentuan divestasi saham,
kewajiban membangun smelter, wanprestasi pembayaran royalti, dan
banyak kewajiban lain yang diatur baik dalam Kontrak Karya maupun
dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jadi, ada isu penegakan hukum di sini.
Kedua, soal perpanjangan kontrak atau operasi, yaitu apakah
Freeport akan diteruskan operasinya sesudah tahun 2021 ataukah
tidak. Isu kedua ini adalah soal politik. Jadi, menurut saya, masalah
awalnya adalah dua hal itu. Tapi dalam perjalanannya ternyata terjadi
pembelokan substansi, karena kedua masalah itu kemudian dijadikan
masalah politik.
Menteri Luhut Panjaitan pernah menyatakan di DPR bahwa
kontrak PTFI akan dibiarkan habis baru kemudian diurus. Tapi
kenyataannya kan lain. Kewajiban divestasi saham hingga 51 persen,
yang merupakan tuntutan Kontrak Karya II dan juga UU No. 4/2009,
yang semula merupakan persoalan hukum, akhirnya dilarikan menjadi
persoalan politik karena digunakan sebagai pintu masuk untuk
memperpanjang operasi Freeport sebelum waktunya.
Kalau kita konsisten dengan undang-undang, Freeport
sebenarnya baru bisa mengajukan perpanjangan pada 2019 ini. Tapi
perundingan ini kelihatan basisnya bukan undang-undang, melainkan
hanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM yang terus-
menerus diotak-atik dan disesuaikan untuk kepentingan Freeport.
Itu sebabnya saya heran, kenapa hari ini muncul framing seolah
pembelian 51 persen saham Freeport yang menggunakan duit utangan
itu dianggap sebagai kemenangan perundingan pihak kita. Padahal
jelas-jelas Freeportlah yang memenangkan seluruh proses perundingan
ini. Framing kemenangan tadi saya kira sangat membodohi.
Kita perlu mendalami persoalan ini. Pasca-transaksi pembelian
saham kemarin, menurut saya setidaknya ada lima persoalan yang
harus dijawab pemerintah. Pertama, basis legalitas perundingan
250 KATA FADLI