Page 9 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 9
PEND AHUL U AN
LATAR BELAKANG PENDAHULUAN
Sepertinya perlu dikoreksi
terkait ungkapan yang biasanya
kita dengar bahwa “bangsa
yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarahnya”.
ESUNGGUHNYA tidak seperti itu apa yang pernah
dikatakan Presiden Soekarno, tetapi “hanya bangsa
yang pandai mempelajari dan mengambil manfaat dari
masa silam yang patut menjadi bangsa yang besar…”.
SKalau begitu, diperlukan upaya lebih dahulu bagi suatu
bangsa untuk menjadi besar, yang berarti tidak terjadi begitu saja.
Kalau begitu, salah satu syarat untuk menjadi bangsa yang besar
adalah kemampuan mengambil pelajaran sejarah (history is a lesson
learned). Dalam konteks ini, maka perlu ditawarkan ungkapan baru,
yakni bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki narasi
tentang identitasnya. Melalui pengisahannya, suatu bangsa dapat
diamati berkenaan dengan perjalanannya dalam meretas waktu,
membentang ruang, dan mengisi kehidupan, sehingga membentuk
identitas tertentu. Sebagaimana dikemukakan Peter Munz, mengapa
orang berkepentingan dengan masa lampau; Pertama, mereka hanya
sekedar ingin tahu, atau karena masa lampau disebut memiliki pesona
eksotismenya tersendiri. Kedua, karena adanya keinginan untuk belajar
dari pengalaman orang lain. Ketiga, meskipun merupakan imajinasi,
masa lampau diyakini merupakan modal untuk memperkuat rasa
kebersamaan (a sense of a community), serta pembentuk identitas.
1
1 Peter Munz,1997. “The Historical Narrative” dalam Michael Bentley, Companion to Historiography.
London & New York, Routledge, hlm 851.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 01 CETAK.indd 1 11/18/19 4:46 AM