Page 46 - MAJALAH 101
P. 46

PROFIL




                ersama Parlementaria, ia bercerita tentang masa  seorang ustazah. Ia rajin sekali mengaji. Bahkan, syahfan
                kecilnya di Jakarta. Kenangan saat bersekolah  kecil kerap diajak ibunya menghadiri ceramah agama
           Bdan kuliah di F­MIPA Universitas Indonesia  ke berbagai tempat di Jakarta. Lulus SD tahun 1976,
          (UI), juga jadi cerita menarik untuk dibagi. Ia aktif  langsung melanjutkan ke SMP 57 di Jl. Minangkabau,
          bermasyarakat dan berdakwah selepas kuliah. Syahfan  masih di kawasan Manggarai. Kali ini, ia mengendarai
          adalah sosok yang dekat dengan masyarakat.        sepeda untuk menuntut ilmu.
           Masa Kecil                                         Prestasinya terus berlanjut. Ia tumbuh menjadi siswa
                                                            cerdas. Selalu mendapat ranking di kelasnya. Saat itu
           Jakarta  1964.  Seorang  tentara  bekerja  dengan  rumahnya juga sudah hijrah ke bilangan Tebet, Jakarta
          penuh dedikasi di Mabes TNI AD. Sementara isterinya  Selatan. Bila ditanya nasihat apa yang membekas bagi
          aktif di organisasi Aisyiah dan berdakwah dari masjid  diri nya, Syahfan selalu ingat nasihat ibundanya untuk
                                                                j
          ke masjid, memberi pencerahan agama. Kedisplinan  men adi insan yang bermanfaat bagi banyak orang.
          hidup dan ketaatan pada agama menjadi warna dalam  “O rang paling merugi adalah orang yang keluar pagi dan
          keluarga ini. Begitulah kehidupan sepasang insan yang  kembali malam hari hanya untuk memenuhi kebutuhan
          sudah dikaruniai 7 anak. Adalah A. Manan Badri dan  hidupnya sendiri.” Nasihat itu terus terngiang hingga
          Khoiriyyah yang sedang berbahagia, karena Tuhan  kini.
          segera mengaruniai kembali anak kedelapan.
                                                              Saat menginjak remaja, Syahfan muda bersekolah di
           Mohammad  Syahfan  Badri  Sampurno  begitulah  SMA 3 Jakarta. Waktu itu, rumahnya kembali pindah.
          anak yang baru lahir itu diberi nama. Lahir di Jakarta,  Kali ini ke Kelapa Dua, Depok. Selain berprestasi, ia juga
          19 November 1964. Syahfan kecil lahir dari ayah dan  siswa yang rajin berorganisasi. Syahfan juga pandai
          ibu berdarah Jawa, tepatnya dari Surabaya. Ia besar  bergaul dengan banyak teman di sekolah maupun di
          di tengah keluarga religius. Sang ayah yang Pejuang  lingkungan rumahnya. Pelajaran eksakta, memang,
          45 adalah tentara yang kebetulan sedang bertugas di  jadi kesukaannya sejak SD. Maka, setelah tamat SMA,
          Mabes TNI AD. Terakhir ayahnya  bertugas di bagian  Syahfan langsung mendaftar di Fakultas Matematika
          logis tik AD. Ketika pensiun dari tugas, semua yang  dan Ilmu Pengetahuan Alam (F­MIPA), Universitas
          dimiliki negara dikembalikan. “Kecuali ada dua yang dia  Indonesia (UI), tahun 1984.
          minta ke komandannya. Dia minta lemari dan meja,”
          kenang Syahfan tentang ayahnya. Sesekali ia pernah   Aktivis Kampus
          pula diajak ayahnya ke Markas Tentara AD.
                                                              Bila ditanya, mengapa masuk F­MIPA? Ia menjawab,
           Sementara ibundanya aktif pada kegiatan keagamaan  “Dulu karena senengnya matematika dan fisika, ya
          di Masjid Istiqlal, tak jauh dari rumah. Kediamannya  masuknya ke situ. Zaman dulu enggak ada bimbingan
          sendiri berada di Pintu Air, sekitar Masjid Istiqlal. Sejak  belajar,” katanya. Selama kuliah di UI, Syahfan lebih
          kecil, dia sering diajak ibunya menghadiri pengajian­  banyak bergelut dengan organisasi dakwah di kampus.
          pengajian. “Jadi, sejak kecil saya sudah sering ikut kajian­  Ia aktif mengikuti pengajian kampus. Di kampusnya ada
          kajian agama dari Buya Hamka, Buya Malik, dan lain­  masjid Arif Rahman Hakim. Di situlah Syahfan muda
          lain,” ungkap Syahfan. Ia mewarisi sikap disiplin sang  kerap menghabiskan waktunya, berdialog tentang
          ayah yang teguh pada prinsip. Ayahnya sering bercerita  tema­tema keagamaan dengan sesama intelektual
          tentang perjuangannya melawan penjajah. Bahkan  muda kampus.
          mengajaknya menemui teman­teman ayahnya sesama
          pejuang yang dahulu pernah sama­sama bergerilya.    Bertukar  pikiran  dan  informasi  sudah  menjadi
                                                            kesehariannya sebagai aktivis muslim. Bahkan, nilai­
           Selain Syahfan, masih ada 4 adiknya lagi yang lahir  nilai keagamaannya semakin matang dengan sentuhan
          kemudian.  Jadi,  ia  anak  kedelapan  dari  dua  belas  dari para tokoh pergerakan Islam kala itu, seperti M.
          bersaudara. Keluarga besar yang bersahaja, penuh  Natsir, Prof. Dr. H.M Rasidi, Dr. Imaduddin Abdurrahim
          disiplin, dan tentu saja religius. Tahun 1970, memasuki  yang sengaja diundang ke kampus sebagai narasumber.
          usia sekolah, Syahfan memulai pendidikan dasarnya di  Bekal agama yang ditanamkan kedua orangtuanya sejak
          sebuah SD di bilangan Jl. Saharjo, Manggarai, Jakarta  kecil membekas pada diri Syahfan. Ia suka pada aktivitas
          Selatan. Setiap hari Syahfan kecil berjalan kaki menuju  keagamaan.
          sekolah. Pukul enam pagi, ia sudah bergegas ke sekolah.
          Pelajaran  matematika  sangat  disukainya.  Syahfan   Tak hanya itu, Syahfan juga sangat suka berpetualang.
          menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Ia selalu  Ia menjadi aktivis pencinta alam di kampusnya. Hampir
          masuk ranking tiga besar di sekolahnya.           setiap akhir pekan, bersama kawan­kawan ia mendaki
                                                            gunung­gunung di pulau Jawa. Di atas ketinggian
           Selain menuntut ilmu di sekolah, Syahfan juga banyak  gunung, Syahfan telah menyaksikan keindahan alam
          menggali ilmu agama pada ibundanya yang kebetulan  karunia Ilahi. Berbagi dan berempati pada masyarakat




          46 PARLEMENTARIA  EDISI 101 TH. XLIII, 2013
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51