Page 18 - MAJALAH 103
P. 18
Di era orde baru bukannya tidak ada pemungutan suara di beberapa partai merekrut dari luar malah
korupsi. Korupsi juga terjadi, hanya TPS yang secara signifikan tidak mungkin belum membaca AD/ART
saja tidak bisa diungkap secara luas mempengaruhi suara. Dan tidak partai, belum tahu mars partai dan
seperti sekarang sebab yang lalu menimbulkan efek jera kepada sebagainya.
sistemnya sangat tertutup. Secara siapapun.
umum demokrasi sudah berjalan Kembali pada pertanyaan tadi,
dengan sangat baik dan yang paling Kalau memang ini terus dibiarkan, apa yang harus dilakukan oleh
dirasakan adalah kebebasan pers. maka ke depan semakin banyak parpol ke depan dalam system
tokoh yang terpilih lu lagi lu lagi, yang seperti ini, maka tuntutan
Mestinya parpol di era reformasi karena banyak duit, orang publik masyarakat ke depan harus bisa
menjadi agen perubahan, figure. Kasihan orang-orang muda dielaborasi oleh partai politik. Diakui
komentar anda? yang dari kecil ingin jadi aktivis, ingin masyarakat mengalami euforia ,
jadi politisi tapi tidak kesampaian. namun hanya sebentar, setelah itu
Sistem yang ada sekarang ini pasti masyarakat akan memilih yang
masih sangat mahal, bahkan saya Masuknya aktivis seharusnya betulbetul berdasarkan keyakinan
mempredisksi pada pemilu 2014 menjadi agen perubahan, setelah mereka. Kalau sekarang ini saya
ini biaya politik akan lebih mahal di DPR atau pemerintahan malah melihat masih ada euforia, mungkin
dibanding pemilu 2009 karena tersangkut korupsi? memilih wajah yang ganteng, cantik,
rentang waktu yang panjang artis atau orang yang memberi
dimana proses sosialisasi itu hampir Memang ujung tombak dari uang.
setahun. Kemudian juga sistemnya demokrasi itu partai politik. Saya
proporsional terbuka dan ini akan harus mengatakan secara jujur Tetapi ketika ketidakpuasan itu
mengakibatkan banyak orang bahwa proses konsolidasi dan muncul, lantaran tokoh yang dipilih
berduit masuk kembali ke DPR , tidak proses pendewasaan dalam partai ternyata tidak bisa memperjuangkan
lagi bicara sematamata kualitas, itu belum semuanya berjalan harapan dan keinginan mereka
tetapi apapun termasuk masyarakat dengan baik. Hal ini ditandai ketika maka masyarakat akan memilih
paham pemilu itu tidak murah proses rekrutmen untuk calon orang berdasarkan apa yang
karena harus membayar ongkos anggota legislatif maupun pimpinan menjadi keinginannya masyarakat
politik yang semakin tinggi. di lembaga eksekutif baik walikota, sendiri. Jakarta dengan Gubernur
bupati atau gubenur, dimana Jokowi sebagai contoh kasus,
Partisipasi masyarakat pemilih beberapa partai masih membuka kemudian beberapa daerah lain
kaitannya dengan tingkat ruang bagi orang luar untuk masuk, yang kebetulan dimenangkan oleh
pendidikan? walaupun beberapa partai sudah kader PDI Perjuangan seperti Jawa
berani mengajukan calon sendiri, Tengah dengan kemenangan Ganjar
Saya memang menyadari bahwa termasuk PDI Perjuangan. Bahkan Pranowo. Masyarakat itu ternyata
heterogenitas tingkat pendidikan dalam pemilu legislatif ada partai punya pilihan, nggak selalu memilih
kita masih beranekaragam. Kalau yang secara terbuka mengumumkan yang uangnya banyak, tidak selalu
di Amerika Serikat pemilihnya kepada publik merekrut masyarakat memilih calon yang didukung
relatif homogen. Di masyarakat menjadi caleg, ini menunjukkan banyak partai, tetapi masyarakat
kita ini masih ada orang yang bahwa proses kaderisasinya belum memilih orang yang diharapkan bisa
kehidupannya susah sekali dimana berjalan dengan baik. memenuhi harapannya.
kalau ada tawaran uang Rp 50Rp
100 ribu bisa mengubah pikiran Kalau proses kaderisasinya Mau tidak mau kunci keberhasilan
untuk memilih. Tapi ada juga yang berjalan dengan baik maka dengan partai ke depan kalau mereka sudah
kelas menengah yang memilih itu sendirinya kaderkader terbaiklah mempunyai kaderisasi yang cukup
berdasarkan nurani dan pikiran yang yang dimilki partai itu sudah cukup baik, sebab bagi partai yang tidak
jernih. Itu sebagai salah satu faktor. banyak. Kenyataannya nggak, ada melakukan kaderisasi maka akan
ditinggalkan pemilihnya. Apalagi
Untuk mengurangi itu seperti kalau merekrut hanya menjelang
saya katakan di awal tadi, bahwa Kalau proses kaderisasinya pemilu, yang direkrut publik figure,
harus ada perubahan harus ada instan atau sesaat ya begitulah,
perbaikan harus ada punishment berjalan dengan baik maka mereka tidak mau kerja politik
kepada siapapun yang melakukan sebelumnya, maka semakin lama
pelanggaran terhadap UU Pemilu. dengan sendirinya kader- masyarakat juga tidak bisa lagi
Kalau sekarang ini nggak, terjadi kader terbaiklah yang dimilki disodorkan tokoh instan seperti
politik uang di pilkada, itu nggak itu.
sanksinya sampai kemudian partai itu sudah cukup
dibatalkan pencalonannya. Paling banyak. Saya melihat kuncinya adalah,
banter dilakukan pengulangan kalau partai bisa melakukan
18 PARLEMENTARIA EDISI 103 TH. XLIII, 2013