Page 57 - Stabilitas Edisi 218 Tahun 2025
P. 57
turun dari 7,77 persen pada Juni. Dengan
tambahan likuiditas, pelaku usaha
berharap tren kredit kembali menguat
sehingga target pertumbuhan ekonomi
2025 di kisaran 5 hingga 5,2 persen dapat
tercapai.
Risiko Kebijakan
Pengamat ekonomi dan keuangan
Sunarsip, menilai penurunan suku bunga PALING TIDAK KALAU
akan terjadi jika ada komitmen dari MEREKA BELUM
seluruh pelaku, baik otoritas, perbankan,
dan juga nasabah terutama pemilik dana BISA MENYALURKAN
besar. KARENA PUNYA
Seluruh otoritas yang mengatur
dan mengendalikan sektor keuangan, UANG LEBIH, DIA
yaitu Kemenkeu, BI, OJK dan LPS, TIDAK AKAN PERANG
telah berada dalam satu kerangka BUNGA LAGI. YANG
(framework) yang sama, yaitu mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kini tinggal JELAS COST OF
menunggu komitmen dari nasabah besar MONEY TURUN. JADI
untuk tidak meminta bunga tinggi dan
bank untuk segera menyesuaikan bunga. YANG PUNYA UANG Purbaya Yudhi Sadewa,
Namun, Efa mengingatkan adanya TIDAK RAGU UNTUK Menteri Keuangan
risiko jika bank dipaksa mempercepat
penyaluran kredit di tengah lemahnya BELANJA, YANG MAU
permintaan. Kredit yang disalurkan PINJAM KE BANK
tanpa prinsip kehati-hatian, ujarnya,
berpotensi menjadi beban dalam TIDAK RAGU UNTUK
bentuk kredit macet. Karena itu, ia PINJAM.
menekankan perlunya pengawasan ketat
dari Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia agar dana jumbo ini benar-
benar tersalurkan secara tepat sasaran.
Berbeda dengan Efa, Ekonom
Universitas Paramadina Wijayanto mungkin bank menggunakan dana ini pihak melihatnya sebagai stimulus
Samirin mengkritisi kebijakan tersebut. untuk refinancing kredit yang sudah ada, untuk mendorong penyaluran kredit
Ia menilai penempatan dana Rp200 lalu mengalihkan hasilnya ke instrumen dan pertumbuhan ekonomi, sementara
triliun berbunga sekitar 4 persen justru aman seperti SRBI atau SBN. Jadi total yang lain menganggap kebijakan ini tidak
bisa menekan profitabilitas bank. “Ini kredit tidak akan meningkat,” ujarnya. menjawab persoalan utama, yakni masih
dana mahal. Bandingkan dengan giro Ia juga menyoroti risiko fiskal karena melemahnya permintaan.
on call yang berbunga nol persen atau dana Rp200 triliun tersebut bersumber Efektivitasnya kini bergantung
deposito berjangka yang hanya 2,5 dari SAL yang selama ini menopang pada strategi bank menyalurkan dana
sampai 3,5 persen. Alih-alih mendorong belanja APBN di awal tahun. “Jika SAL ke sektor produktif serta kemampuan
kredit, justru bisa jadi beban bank,” (Saldo Anggaran Lebih) tinggal Rp250 pemerintah menjaga keseimbangan
ujarnya. triliun, penggunaan Rp200 triliun ini fiskal. Jika berhasil, dana jumbo ini
Menurut Wijayanto, persoalan sesungguhnya sangat berisiko. Potensi bisa mempercepat pemulihan ekonomi.
utama ekonomi saat ini bukan terletak shortfall penerimaan pada 2025 dan 2026 Namun jika tidak, dana hanya akan
pada likuiditas, melainkan lemahnya bisa meningkat,” tegasnya. menjadi tambahan parkir likuiditas
permintaan. Dunia usaha masih menahan Kebijakan penempatan dana di perbankan tanpa memberi dampak
ekspansi sehingga tambahan dana Rp200 triliun di lima bank Himbara signifikan bagi masyarakat dan dunia
berisiko tidak terserap optimal. “Sangat ini menimbulkan perdebatan. Sebagian usaha. *
www.stabilitas.id Edisi 218 / 2025 / Th.XXI 57

