Page 141 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 141
Evy Indriasari: Wacana Rekonstruksi Peralihan Hak Atas Tanah Pertanian ... 133
penggarap pendapatan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Ketimpangan antara kehidupan petani dan raja beserta kaum bangsawan sangat besar.
Pada masa itu konsep Barat tentang Property atau eigendom atau kepemilikan tidak
10
dikenal, termasuk oleh penguasa . Tanah bukan dimiliki pejabat atau penguasa, tetapi hanya
merupakan hak jurisdiksi yang dapat dipertahankan berdasarkan kekuasaan dan pengaruh
secara teoritas, pejabat atau penguasa mempunyai hak untuk menguasai, menggunakan atau
menjual hasil-hasil buminya sesuai dengan adat yang berlaku.
Tentang pola penguasaan tanah pada saat itu, ada perdebatan tentang bentuk pemilikan
tanah, apakah bentuknya hak komunal atau induvidual. Menurut Van de Kroef (1984),
terdapat beragam bentuk penguasaan antar daerah di Jawa, dimana bentuk penguasaan
komunal dan kolektif dapat saja berada pada satu daerah secara bersamaan. Pola penguasan
tanah cenderung berada di antara dua kutub yang berlawanan, yaitu pemilikan komunal yang
kuat atau hak ulayat, dan pemilikan perseorangan dengan beberapa hak istimewa komunal.
Bentuk tradisional yang paling umum adalah hak penguasaan tanah secara komunal,
baik yang dapat ditanami maupun sebagai cadangan, yang seluruhnya berada dibawah
pengawasan desa. Petani penggarap menerima tanah desa atas kesepakatan bersama para
anggota masyarakat desa. Hal ini sama kondisinya dengan peraturan penggunaan pemakaian
tanah adat oleh Dewan Doumtuatua di Bima (Brewer, 1985).
Di samping tanah-tanah komunal, ada pula tanah individual, yaitu sebidang tanah yang
dapat dikuasai selama-lamanya oleh satu keluarga, dan dapat mengalihkannya ke ahli
warisnya, tetapi pengalihan ke luar desa tidak diperbolehkan. Pola penguasaan tanah di Jawa
sangat beragam antar daerah, bahkan ada daerah yang hampir tidak mengenal prinsip
penguasaan komunal kecuali untuk sedikit tanah khusus seperti di Probolinggo, Pasuruan,
11
dan Besuki di Jawa Timur . Secara umum tanah komunal banyak ditemui di pesisir utara
Jawa, sedangkan tanah privat banyak terdapat di wilayah Jawa Barat pedalaman, Jawa Tengah
Selatan, dan Jawa Timur.
Munculnya perdebatan tentang pengkatagorian pemilikan komunal atau individual
tersebut, sebagian disebabkan oleh perbedaan persepsi di antara pengamat saja, karena ada
tanah-tanah komunal yang dapat diwariskan sehingga terlihat sebagai tanah individual. Ada
tanah komunal yang diredistribusikan secara berkala, namun juga ada yang non redistribusi.
Diluar perdebatan itu, jelaslah bahwa sejak dulu di Jawa sudah ada stratifikasi dalam arti luas
dan hak penguasaan tanah di antara warga desa. Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa
karena hak penguasaan tanah ada di tangan kerajaan, maka petani hanya berstatus sebagai
penggarap sehingga perolehan bagi petani sangat terbatas. Akibatnya komersialisasi pede-
saan dan investasi pertanian tidak berjalan. Penguasaan tanah oleh kerajaan menjadi alat
10 Ibid, hl. 73.
11 Van de Kroef, 1984, dalam bukunya Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2013, hl.73.