Page 136 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 136
WACANA REKONSTRUKSI PERALIHAN HAK ATAS TANAH PERTANIAN
BERBASIS NILAI KEADILAN DI PULAU JAWA
Evy Indriasari
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti
Jln. Halmahera KM.1 Tegal, Jawa Tengah
Abstrak
Pertanian dan negara agraris merupakan satu kesatuan unsur tak terpisahkan. Sebutan negara
agraris tentu mengacu pada bidang pertanian yang sangat baik. Baik dalam ketersediaan tanah
pertanian maupun pemanfaatannya. Indonesia merupakan negara agraris. Pernyataan ini sangat
kental dinyatakan dalam penjelasan umum UUPA: “Di dalam Negara Republik Indonesia yang
susunan kehidupan rakyatnya, termasuk Perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris......”
Untuk menjawab permasalahan di bidang keagrariaan, sesuai dengan situasi dan kondisi keagrarian
pada waktu terbentuknya UUPA, dikeluarkanlah program revolusi di bidang agraria. Program
tersebut dikenal dengan Agrarian Reforms Indonesia. Agrarian Reform Indonesia meliputi 5 program
atau panca program. Program keempat Agrarian Reform Indonesia berisi tentang perombakan dan
penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasahaan
tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan. Program keempat inilah yang
sering disebut program Landreform dalam arti sempit. Program landreform diantaranya meliputi
larangan pemilikan tanah secara “absentee” atau “ guntai”. Larangan ini sangat dimengerti
mengingat Agrarian Reforms diperuntukkan untuk menjawab persoalan keagrarian dimasa itu. Ada
kekhawatiran tidak terlaksananya asas dalam pasal 10 UUPA , dimana empunya tanah pertanian
wajib mengerjakan atau mengusahakan tanah pertaniannya secara aktip. Salah satu kekhawatiran
tersebut tentu dikarenakan belum tersedianya alat transportasi modern dan sarana prasarana seperti
jalan yang menghubungkan antara satu kecamatan dengan kecamatan lain belum memadai. Pastinya
UUPA sangat terbuka mengikuti perkembangan jaman sebagaimana diuraikan dalam bagian
berpendapat UUPA. Oleh karenanya diperlukan kajian tersendiri penerapan larangan pemilikan
tanah secara absentee di Pulau Jawa masa kini. Upaya ini penting dilakukan untuk menyelaraskan
reforma agraria dalam Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016.
Kata Kunci: Absentee, Reforma Agraria, Pulau
A. Pendahuluan
Indonesia memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan tanah pertanian beserta
kehidupan para petani. Sejak zaman kerajaan, masa penjajahan asing, tanah pertanian
mempunyai nilai ekonomis tersendiri. Belajar dari pengalaman sejarah, UUPA memuat
beberapa pasal khusus yang berkaitan dengan tanah pertanian. Diantaranya Pasal 10 ayat (1)
yang memberikan kewajiban kepada setiap orang dan badan hukum yang mempunyai
sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusaha-
kannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Menyimak ketentuan
dalam Pasal 10 ayat (1) ini, tentunya UUPA menghendaki tidak adanya tanah pertanian yang
ditelantarkan, sehingga mewajibkan setiap orang dan badan hukum untuk mengerjakan atau
mengusahakannya secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Dalam Pasal 3 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1964, mengatur tentang
segala bentuk pemindahan hak baru atas tanah pertanian dilarang jika mengakibatkan
pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan dimana ia
bertempat tinggal. Jika merujuk pada Pasal 10 ayat (1) UUPA, pemilik tanah dalam Pasal 3
128