Page 170 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 170
162 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
Untuk tanah hak, 56% aset yang ada di Indonesia berupa properti, tanah dan
perkebunan (HGU) dikuasai oleh hanya 0,2% penduduk Indonesia. Artinya
perusahaan domestik dan asing menguasai lebih banyak tanah di Indonesia. Pola
nominee dan kekuatan modal memungkinkan pihak asing menguasai tanah-tanah
di Indonesia.
Tanah seluas 64,2 juta hektar (33,7% daratan) telah diberikan izin kepada
perusahaan pertambangan mineral dan batubara. Angka ini belum termasuk luas
konsesi pertambangan minyak dan gas. Luasan total lahan untuk Izin Usaha
Pertambangan (IUP) mencapai 41,750,107Ha, Kontrak Karya (KK) total luasan
22,764,619.07 Ha dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) seluas 7,908,807.80 Hektar. Sebaliknya, sedikitnya terdapat 28 juta Rumah
Tangga Petani (RTP) yang ada di Indonesia, terdapat 6,1 juta RTP di Pulau Jawa yang
tidak memiliki lahan pertanian sama sekali dan 5 juta RTP tak bertanah di luar Jawa.
Sedangkan bagi mereka yang memiliki, rata-rata pemilikan lahannya hanya 0,36
hektar. Dengan kata lain, saat ini terdapat sekitar 32 juta jiwa petani Indonesia
adalah buruh tani dan 90 juta jiwa adalah petani subsistensi.
2. Saran
a. Reforma Agraria memprioritaskan kepentingan petani tanpa tanah yang
merupakan bagian dari penduduk miskin. Penberian hak atas tanah kepada petani
tanpa tanah akan memperkuat ketahanan nasional secara politik, ekonomi dan
sosial.
b. Pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional sebaiknya melakukan pendekatan
persuasif dan dialogis untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat ketika
pengadaan tanah dilakukan. Perlu dilakukan banyak pertemuan untuk
bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan yang matang mengenai pengadaan
tanah dan bentuk dan besaran nilai penggantian.
c. Pemberian ijin pengusahaan lahan untuk pertanian dan perkebunan sebaiknya
dilakukan secara cermat dengan memperhitungkan dampak positifnya terhadap
kehidupan rakyat sekitarnya dan dampak kerusakan lingkungan.
d. Terhadap perusahaan yang melakukan kerusakan lingkungan sebaiknya
pemerintah mencabut ijin usahanya dan mempersiapkan tuntutan atau
menghadapi tuntutan di pengadilan atau forum lain yang disebutkan dalam
perjanjian investasinya.