Page 167 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 167
Tintin Surtini: Reforma Hukum Agraria Mengenai Penguasaan dan Kepemilikan ... 159
2. Kendala Dalam Merealisasikan Reforma Agraria
Reforma Agraria hanya dapat dilakukan oleh pemerintahan yang demokratis. Isu
reforma agraria memang telah ada sejak lahirnya UUPA di tahun 1960. Rezim Orde
Baru mencanangkan program redistribusi tanah melalui program transmigrasi. Saat ini
pemerintah aktif melakukan upaya untuk membangun kepercayaan dan integrasi
antara masyarakat lokal dengan pendatang. Dengan begitu penguasaan tanah oleh
warga pendatang tidak dipermasalahkan.
Di perkotaan, penguasaan tanah tanpa hak oleh sebagian kecil penduduk
merupakan gambaran betapa ruang hidup begitu berharga. Betapa sepetak tanah yang
dikuasainya memberikan kemudahan dalam mobilitas sehari-hari. Karena lokasi tanah
berada di tengah kota. Namun tetap tidak dapat dibenarkan menguasai dan menempati
tanah tanpa alas hukum, baik itu merupakan tanah negara maupun tanah hak milik
seseorang.
Kurang harmonisnya hubungan masyarakat pemilik tanah dengan pemerintah yang
memerlukan tanah di saat akan merealisasikan kesepakatan dalam musyawarah
41
disebabkan berbagai faktor yaitu sebagai berikut :
1) Pengadaan tanah selalu identik dengan penggusuran serta pemaksaan.
2) Peraturan perundangan yang ada belum bisa mengatasi persoalan yang
terjadi dalam praktek di lapangan.
3) Aparat pemerintah yang mendapat mandat negara untuk melaksanakan
pengadaan tanah belum memahami secara maksimal terkait dengan regulasi
mengenai pengadaan tanah.
4) Rencana lokasi pembangunan tidak melibatkan masyarakat pemilik tanah.
5) Penilai Publik/Penilai Pertanahan ditunjuk oleh Pemerintah. Independensi
lembaga penilai pertanahan yang ditunjuk pemerintah dibutuhkan untuk
memberikan penilaian yang objektif dan berdasarkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan.
6) Apabila ada keberatan dari masyarakat atas hasil penilaian, pengajuan
bandingnya kepada pemerintah.
Pengadilan menjadi lembaga yang otoritatif dalam menyelesaikan keberatan
masyarakat atas hasil penilaian.
7) Konsinyasi/penitipan ganti rugi bersifat subjektifitas pemerintah.
8) Penetapan ganti rugi dirasakan masyarakat kurang adil dan layak.
9) Pelaksanaan pengadaan tanah belum dilakukan secara transparan.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari berbagai uraian, analisis dan hasil penelitian dapat disampaikan kesimpulan sebagai
berikut:
41 http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/PengadaanTanah.pdf