Page 299 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 299
FX. Arsin Lukman & Beny Hadinata W.: Analisis Yuridis terhadap Pemegang Hak Atas Tanah ... 291
Kedua, berkaitan dengan ketidaksesuaian data tersebut diatas, penulis juga menemukan
adanya perbedaan luas objectum litis yang sangat signifikan, yakni:
a. ± 546.245 M2, versi Majelis Hakim, berdasarkan SK Kinag No. 205.D/VIII-54/1964
tanggal 31 Desember 1964;
b. ± 435.352 M2, versi Penggugat (PT. KPI), berdasarkan Surat Kepala Kelurahan
Pengasinan No. 594/2751-Pem tanggal 10 Desember 2012;
c. 117.176 M2, versi SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa
Barat, No. 03/Pbt/BPN.32/2015; dan
d. 117.464 M2, versi Penulis, berdasarkan bukti T-1 sampai dengan T-246 dalam Putusan
PTUN Bandung tanggal 11 Juli 2013, No. 11/G/2013/PTUN.BDG.
2) Analisis Prosedur Hukum Pemberian Hak Milik Atas Tanah Objek Landreform.
Aspek prosedur hukum merupakan salah satu dasar bagi Peradilan Tata Usaha Negara
untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah, disebabkan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara telah melakukan perbuatan hukum mengeluarkan keputusan karena adanya
kesalahan yang bersifat “prosedur” dalam penerbitannya (kesalahan yang terbukti berda-
sarkan data dan fakta persidangan), dalam artian keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan ditemu-
kannya kesalahan prosedur ini menjadikan dasar bagi Pengadilan dalam putusannya untuk
menyatakan “batal” (nietig) atas keputusan tersebut. Sebaliknya, dalam kasus ini Putusan
PTUN Bandung No.11/G/2013/PTUN-BDG, tanggal 11 Juli 2013 Jo. Putusan PT.TUN Jakarta No.
296/B/2013/PT.TUN.JKT, tanggal 12 Mei 2014 pun salah prosedur yang berakibat “cacat
hukum”, karena materi atau objek yang dipergunakan sebagai dasar untuk menerbitkan
Keputusan Tata Usaha Negara seharusnya masuk dalam Kompetensi Absolut Peradilan
Umum karena berkaitan dengan Sengketa Hak Kepemilikan sebagaimana ditegaskan dalam
pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Jo.
Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Jo. Pasal 7, Pasal 10, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan;
Ditegaskan juga dalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia No.
88K/TUN/1993 tanggal 7 September 1994 sebagai kaidah hukum yang menyatakan:
“Meskipun sengketa itu terjadi akibat dari adanya Surat Keputusan Pejabat, tetapi jika dalam perkara
tersebut menyangkut pembuktian hak kepemilikan atastanah, maka gugatan atas sengketa tersebut
harus diajukan terlebih dahulu keperadilan umum karena jelas sudah merupakan sengketa perdata“;
Selanjutnya dalam Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, menyebutkan:
“Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini adalah
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata”.